Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Saturday, December 1, 2012

Tentang Mukjizat : menelusur di antara Baik dan Benar (bagian 2)

Hampir tak terpikirkan lagi di benak sebagian besar kita bahwa di zaman sekarang ini akan ada lagi suatu pertunjukan mukjizat dari Tuhan secara terang-terangan berjalan di luar hukum alam yang utama, yaitu munculnya mukjizat demi tegaknya hukum baik-buruk secara gamblang. Akan tetapi hukum sebab akibat yang menyangkut baik-buruk harus diyakini tetap berlaku hingga kini, yang mana seringkali terbuktikan dengan jelas di sekitar kita bahwa keburukan berdampak keburukan, kebaikan berdampak kebaikan, entah cepat atau lambat. Kadang terwujudnya hal tersebut seperti semacam keajaiban bagi sebagian orang meskipun sebagian yang lain mengatakan sebagai kebetulan semata. (Tulisan ini mencoba memahami hukum baik-buruk sebagai suatu kepastian, bukan suatu kebetulan)

Lantas, bagaimanakah hukum baik-buruk itu bekerja (sedangkan mukjizat sudah tak lagi ada)?
Hukum baik-buruk sangat berbeda dengan hukum benar-salah. Hukum sebab akibat yang terjadi pada ranah benar-salah memungkinkan untuk dipelajari mekanismenya, di mana telah mencetuskan banyak bidang ilmu sains dan sosial walaupun sifatnya terbatas. Dengan mengetahui mekanisme sebab akibat yang menyangkut benar-salah itu, manusia bisa untuk sekedar memperkirakan atau bahkan menghitung hasil akhir secara akurat dari sesuatu yang dia analisa.

Namun, terkait hukum sebab akibat yang menyangkut baik buruk, sepertinya terlalu sulit untuk menelusuri mekanismenya. Dan sebagaimana telah disinggung pada artikel sebelumnya (dan sejauh ini tidak ada koreksi), hukum baik-buruk tidaklah tegak berdiri sendiri di alam raya ini, melainkan bersumber langsung dari Yang Maha Hidup, yaitu Tuhan. Artinya bahwa akibat yang baik maupun yang buruk adalah terjadi atas perintahNYA, bukan terjadi secara otomatis di level empiris.

Bagaimanakah turunnya perintah Tuhan itu sedangkan semuanya seolah berjalan secara otomatis mengikuti hukum alam? Menurut penulis setidaknya masih ada beberapa tempat di dunia yang memungkinkan bagi turunnya perintah Tuhan, yaitu :
  • Pada kesadaran tertinggi manusia, sebagaimana perintah-perintahNYA tertuang secara verbal dalam Kitab Suci.

  • Pada kesadaran umum manusia, berupa pembelokan atau pembatalan atau pemunculan niat/ kehendak diri dalam membaca keadaan.

  • Pada alam bawah sadar manusia, termasuk juga pada alam mimpi.

  • Pada kesadaran hewani, yang terjadi pada segala spesies.

  • Pada alam setelah kesadaran di dunia (kematian).
Kesemua wilayah di atas menurut penulis adalah wilayah “halus” yang ada di luar ranah empiris, di mana energi Ilahiah dapat diterima secara sukarela maupun terpaksa dalam pengambilan keputusan-keputusan tindakan.

Sebuah ilustrasi untuk uraian di atas adalah sbb:
Seorang anak kecil yang diselamatkan Tuhan dari kecelakaan mobil, tidaklah dengan cara memberinya ilmu kebal kepada si anak itu, akan tetapi Tuhan akan memerintahkan kepada otak pengemudi mobil untuk segera mengambil keputusan bergerak cepat menghindari si anak.


Namun, Apakah Kebaikan itu?
Kebaikan yang paling pertama dan utama bagi manusia adalah menyadari keberadaan dirinya sebagai obyek yang ter-ada-kan di muka bumi, diri dan tubuhnya. Kesadaran yang menyiratkan kepercayaan (keimanan) dari obyek (makhluk) kepada Subyek (Tuhan). Keimanan adalah kebaikan yang menjadi landasan bagi kebaikan yang lain. Sehinggu seperti itulah konstruksi kebaikan-kebaikan yang benar, karena apapun kebaikan hanya bisa terjadi setelah keber-ada-annya. Keber-ada-an tidak dapat dinafikan selamanya.
Selain itu, dikarenakan akibat dari suatu kebaikan/ keburukan adalah muncul atas perintahNYA, maka keimanan tentunya juga menjadi syarat wajib dari rangkaian sebab akibat pada baik-buruk. Tuhanlah yang melakukan perhitungan tersendiri dalam menentukan akibat-akibat dari kebaikan atau keburukan. Sehingga apabila keimanan tidak ada, berarti menafikan Tuhan, maka tak ada perhitungan atas kebaikan-keburukan yang lain. Yang ada hanyalah “keburukan” atas ketidak-imanan.

Bisa dikatakan bahwa kebaikan yang berada di luar landasan keimanan adalah kebaikan yang tidak sah, meskipun kebaikan itu baik bagi sesama. Di sini hukum baik-buruk tidak berlaku lagi, namun demikian hukum benar-salah selalu berlaku bagi semua makhluk termasuk yang tidak beriman. Di antara hukum benar salah itu adalah siapa yang bekerja keras dan bersungguh-sungguh, maka akan memperoleh hasilnya.
Kebaikan yang berada di landasan iman, adalah perwujudan dari rasa syukur (juga kecintaan) kepada Tuhan, yang sebagian besar terwujudkan dengan pengorbanan-pengorbanan, dan juga terwujudkan dalam bentuk kesabaran-kesabaran karena prasangka yang baik kepadaNYA.
.

Sifat Kebaikan

Sifat kebaikan, adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan keyakinan atas kepercayaan kepada Tuhan. Keyakinan kepada Tuhan adalah kenikmatan batiniah, yaitu kenikmatan tertinggi, yang secara lahiriah terentang di antara kesengsaraan dan kenikmatan. Pada titik tertinggi, keyakinan dalam keimanan mungkin bagaikan me-rasa-kan kehadiran DzatNYA, yang mampu mengabaikan rasa terhadap zat-zat makhluk. Itulah yang mungkin dipraktekkan oleh para Nabi sehingga memiliki kesabaran diri yang luar biasa terhadap berbagai kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi.

Akan tetapi, apa yang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Penyayang (melalui agama) adalah kebaikan yang sekaligus kebenaran, agar manusia mendapatkan kenikmatan yang menyeluruh, yaitu kenikmatan batiniah yang diikuti kenikmatan lahiriah. Pada kenyataannya banyak manusia beriman yang menginginkan kenikmatan lahiriah juga, sebagaimana sering terlantunkan dalam doa-doa yang dipanjatkan kepadaNYA. Namun tak jarang juga ada sebagian kaum beriman yang memilih keadaan lahiriah yang minimal bahkan menyengsarakan sebagai pilihannya sendiri demi kecintaannya kepada Tuhan. Banyak kisah-kisah mengharukan dimana pengorbanan jiwa dilakukan atas dasar keyakinan yang besar kepadaNYA.

Wallahu a’lam