Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Saturday, September 29, 2012

Memahami Relasi Al Quran dan Pengetahuan

Setiap point harus dipegang untuk memahami point-point yang lain:
  1. Tuhan menciptakan dan memelihara alam.

  2. Tuhan menciptakan manusia yang terdiri dari tubuh, akal rasio, hati.

  3. Alam tercipta dan terpelihara dengan ilmu yang diturunkan Tuhan (true science). Apa yang terjadi di alam, ada dalam lingkup ilmu tersebut.

  4. Keseluruhan ilmu penciptaan dan pemeliharaan terhadap alam, sangat tak terbatas luasnya.

  5. Akal rasio manusia bisa menimba ilmu dari Tuhan itu. Menimba di samudera ilmu tak terbatas. Samudera ilmu terpusat di Lauhul Mahfuz.

  6. Tuhan memelihara manusia dengan menciptakan tubuh, akal rasio, hati, dan menyempurnakannya dengan Pengajaran atau Wahyu.

  7. Wahyu adalah saripati dari ilmu di Lauhul Mahfuz yang tak terbatas. Tujuan saripati agar bisa dijangkau oleh kemampuan seorang manusia, karena hidup seorang manusia sangat singkat dibandingkan umur dan luasnya semesta. Sedangkan potensi manusia cukup banyak, untuk mencapai kebahagiaan tertinggi.

  8. Wahyu tertuang ke berbagai Kitab Suci yang mengiringi sejarah manusia, termasuk Al Quran. Al Quran ditujukan untuk manusia, yang mana tidak bisa melepaskan pemahamannya dari ruang dan waktu. (keadaan relatif)

  9. Sebagai saripati dari Lauhul Mahfuz, di dalam Al Quran terdapat simpul-simpul kebenaran alam, hingga tak ada kebenaran yang terlewatkan di Al Quran.

  10. Simpul kebenaran memiliki pesan utama, yang tersusun oleh pesan-pesan pendamping.

  11. Pesan utama mengajarkan bagaimana berperilaku sesuai potensi utuh manusia, sesuai penciptaan dan pemeliharaan alam. Pesan utama memuat petunjuk yang bermanfaat langsung bagi seorang manusia yang umurnya singkat, untuk kebahagiaan.

  12. Pesan pendamping di antaranya memuat kaidah (kode) sistem alam.

  13. Pesan pendamping akan terbuktikan dengan hasil kegiatan akal rasio manusia dalam menimba di samudera ilmu (sebagaimana point 5).

  14. Pesan pendamping berguna sebagai bukti kebenaran Al Quran.

Jadi, pesan utama berupa kesan awal yang ditangkap dari ayat Al Quran tidak layak untuk langsung dikonfrontasikan dengan pencapaian pengetahuan manusia (yang dari rasio) apabila pencapaian itu belum jelas manfaatnya. Yang layak menerima pesan utama Al Quran adalah hati, selanjutnya hati merubah potensi akal rasio dan tubuh menjadi tindakan. Sedangkan akal rasio bisa menganalisa pesan pendamping karena sesuai dengan kapasitasnya.

Sebagai contoh ayat berikut :

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al A’raf:142﴿


Menurut penulis, pesan utamanya adalah :

Kitab Suci itu sangat berat kandungan nilainya sehingga seorang Nabi pun dalam menerima Pengajaran langsung (Wahyu) harus menempuh empat puluh malam penuh. Sangat berat karena menyangkut hajat kebahagiaan manusia seutuhnya dari kehidupan di dunia hingga akhirat kelak. Karena itulah, manusia biasa hendaknya berusaha keras untuk mempelajari ayat-ayat Tuhan dalam perjalanan hidupnya.


Dan salah satu pesan pendampingnya adalah :

Bahwa ilmu aljabar (matematika) adalah suatu kebenaran, di mana 30+10=40. Ini identik dengan 1+1=2.
Dan banyak ayat Al Quran yang lain yang bisa dianalisa seperti di atas.
Kesalahan dari penulis. Sebagai wacana yang berniat membangun pemahaman yang lebih baik tentang Al Quran dan Pengetahuan. Sangat membutuhkan koreksi.

Wallohu a’lam

Wednesday, September 26, 2012

Memahami Kasih Sayang Allah Ta’ala



Seorang yang mengaku mukmin tak seharusnya bersedih pada saat kesusahan menimpa, karena kasih sayang Allah Ta’ala kepada seorang mukmin itu sangat besar, pasti lebih besar kasih sayang Allah Ta’ala daripada kesusahannya. Namun seperti apakah kasih sayangNYA  kepada seorang mukmin itu?



Keadaan subyektif (kesadaran hati) :

1.       Kemampuan memahami berbagai nikmat yang telah dan sedang didapat, yang lahir dan yang batin, yang tampak dan tidak tampak, yang halus dan yang besar. Juga kemampuan memahami berbagai keindahan dan keagunganNYA yang terbentang di alam raya ini.

2.       Kemampuan menimbang secara adil antara kesenangan dan kesengsaraan yang telah diterima, yang tentu saja didapati lebih banyak kesenangan dibanding kesengsaraan. 

3.       Kemampuan memahami bahwa kesenangan dan kesengsaraan adalah dari Allah yang maha Pengasih dan Penyayang, sehingga apapun yang dikehendaki terjadi itu pasti baik. Kesenangan sebagai anugerah yang disyukuri dengan cara yang baik, sedangkan kesengsaraan sebagai batu ujian kalau tidak teguran untuk menjadi lebih baik.

4.       Kedamaian dalam menjalani hidup, karena yakin Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang  Maha Kuasa, dan yang pasti menepati JanjiNYA akan selalu menolong hambaNYA yang beriman di dunia dan terlebih lagi di akhirat.



Keadaan obyektif :

1.       Allah Ta’ala menjamin rizki tiap-tiap makhluk, dengan cara menyediakan keperluannya di alam, serta memberikan alat yang berupa tubuh dan akal untuk mengambil keperluannya itu. DIA juga menurunkan naluri belas kasih pada diri manusia yang sangat berpotensi membuat seseorang tergerak untuk menolong orang yang lemah dalam memenuhi keperluan hidupnya. Hidup sendiri adalah rahmat, di mana sebutir biji bisa menjadi tanaman yang menghasilkan buah-buahan, oksigen, sayuran, dan berbagai manfaat. Manusiapun awalnya adalah satu sperma yang dengan rahmatNYA terus berkembang tubuhnya dan berkesadaran. Dengan dasar rahmatNYA terhadap kehidupan, maka dalam perjalanannya manusia menerima nikmat dalam hidup yang jauh lebih besar dari sengsaranya.

2.       Allah Ta’ala menolong orang yang beriman dengan pertolongan yang sudah pasti mengandung kebaikan, baik diminta atau tidak. Dan dengan adanya doa, orang beriman tidak merasa terlepas dari perhatian dan pertolonganNYA, kapan dan dimanapun dia berada.

3.       Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa orang beriman, dan menyediakan kenikmatan hidup di akhirat yang luar biasa dan tak terbayangkan atas setiap bentuk kebaikan yang telah dijalankan di dunia yang bersumber dari ketaatan kepadaNYA, bukan atas keinginannya sendiri. Surga adalah investasi yang paling besar dan mulia dalam sejarah rizki manusia, yang akan dinikmati di penghujung perjalanan sejatinya.

Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-NYA, niscaya Allah memberikan rahmat-NYA kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Hadiid:28)

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-NYA untuk hamba-hamba-NYA dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Al A'raf:32)




Uraian di atas mengandung kesesuaian antara persepsi dengan realitas, sehingga seorang mukmin tidak berada dalam bayangan semu yang menipu daya. Kesesuaian persepsi dan realitas akan menghasilkan kebahagiaan sejati.

Kasih sayang Allah Ta’ala dapat dirasakan apabila manusia fokus pada hubungan antara pribadinya dengan Allah Ta’ala semata, tidak dengan membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Pemahaman yang demikian akan dapat diserap apabila menggunakan hati, karena hatilah yang dapat mengenali alur sebab akibat yang panjang, mulai dari segala sesuatu yang dicerna indera hingga kepada kehendak Allah Ta’ala. Sehingga apa-apa yang tampak di sekeliling tidak mengaburkan pandangannya. Segala perbedaan fisik menjadi tidak berarti karena jangkauan pandangan yang membentang luas hingga kepadaNYA yang Maha Tinggi.

Allah Maha Kuasa, Allah Maha Berkehendak, Allah Maha Pengasih dan Penyayang, dan Allah Ta’ala menyukai kebaikan bagi hambaNYA. Tak ada sesuatupun yang bisa terjadi berlawanan dengan kehendakNYA. Karena itu tak ada yang lebih baik bagi manusia selain berpasrah meletakkan kehendak diri dan mengganti dengan mengikuti kehendak Allah Ta’ala, sehingga DIA lah yang akan mengatur hidupnya dengan penuh kebaikan. Di sisi lain, dengan kepasrahan yang murni kepada Allah Ta’ala, maka timbullah keadaan bebas dari ketergantungan kepada makhluk, bebas dari belenggu-belenggu dunia yang memperdaya

 (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.  (Al A'raf:157)



Wallahu a’lam

Tuesday, September 11, 2012

Meraih Jiwa Pembelajar Sejati


Manusia terlahir tak tahu apa-apa. Pada masa kecil, sebelum dia bisa memutuskan sesuatu, lingkungan mengajarkan banyak hal kepadanya. Baik dan buruk, benar dan salah.

Sampailah dia di usia yang cukup untuk memutuskan arah hidupnya. Pada saat pertama kali dia mulai memutuskan, dia telah memiliki memori dan acuan yang tanpa sadar telah tertanam di dirinya, akibat pengajaran semasa kecil. Dan apa yang tertanam di dirinya itu, akan kuat berpengaruh pada bagaimana cara dia memandang dunia selanjutnya.

Maka dia telah memiliki apa yang dinamakan kepercayaan, karakter, ilmu, wawasan, pengalaman masa lalu dan keinginan dalam skala tertentu.

Lalu dia melihat dunia dalam perbedaan-perbedaan yang luar biasa. Perbedaan pendapat, perbedaan keinginan, perbedaan tujuan yang di antaranya memunculkan perdebatan, percekcokan, bahkan pertumpahan darah. Dia tak tahu siapakah yang benar, siapakah yang salah.

Dan dia pun mendapat informasi tentang Tuhan sebagai yang menciptakan alam raya ini. Tuhan pemilik kebenaran. Tuhan yang tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tuhan yang kekuatan dan kekuasaannya tak terbatas.

Maka dia memutuskan untuk mengambil Tuhan sebagai Gurunya. Yang akan menuntunnya mengarungi sisa hidupnya dari tempat dia berdiri sekarang,
dari apa yang telah ia jalani sejauh ini,
dari kepercayaan, karakter, ilmu, wawasan, pengalaman dan keinginan yang telah melekat sebelumnya.

Tapi sejauh dia memandang, dia sungguh tak tahu apa-apa tentang kebenaran, yang dia tahu adalah hanya Tuhan yang tahu tentang kebenaran. Bagaimana dia selanjutnya bertindak?

Di tengah ketidak-tahuannya tentang kebenaran, dia berusaha melakukan saja apa yang dia anggap paling baik.

Bermohonlah dia kepada Tuhan untuk ditunjukkan mana jalan yang benar menurutNya. Bermohon sambil mengakui kelemahan dan kebodohannya,
Bermohon petunjuk sambil mengembalikan lagi kepadaNya apa saja yang telah diyakini dan dijalani selama ini.
Tak mau ia menyembunyikan sesuatupun di hadapan Gurunya. "inilah Guru, aku kembalikan semua pemahamanku, hanya Engkau yang tahu hakikat kebenarannya. Selanjutnya bimbinglah aku".

Maka pada saat itu dia dalam keadaan kosong,
berserahlah dia atas apa yang akan dikehendaki Tuhan kepadanya setelahnya, karena percaya bahwa Tuhan adalah Guru sejati, yang tak akan mencelakakannya.

Setelah meminta petunjuk itu, dia kembali menjalani kehidupannya.

---------------------------------

Sekali lagi, sejauh dia memandang, dia sungguh tak berhasil tahu tentang hakikat kebenaran.

Di tengah ketidak-tahuannya itu, dia lakukan apa yang dia anggap paling baik. Membaca kitab yang dianggap suci, memperhatikan alam, memperhatikan masyarakat, memperhatikan dirinya sendiri, dan berbuat apa yang dia anggap terbaik berdasar pemahamannya, berlepas dari keinginan-keinginan di luar kebutuhan.

Dia bermohon lagi kepada Tuhan untuk ditunjukkan mana jalan yang benar menurutNya. Bermohon sambil mengakui kelemahan dan kebodohannya,
Bermohon petunjuk sambil mengembalikan lagi kepadaNya apa saja yang telah diyakini dan dijalani selama ini.
Tak mau ia menyembunyikan sesuatupun di hadapan Gurunya. "inilah Guru, aku kembalikan semua pemahamanku, hanya Engkau yang tahu hakikat kebenarannya. Selanjutnya bimbinglah aku".

Maka pada saat itu dia dalam keadaan kosong,
berserahlah dia atas apa yang akan dikehendaki Tuhan kepadanya setelahnya, karena percaya bahwa Tuhan adalah Guru sejati, yang tak akan mencelakakannya.

Setelah meminta petunjuk itu, dia kembali menjalani kehidupannya.

---------------------------------

Lagi lagi, sejauh dia memandang, dia sungguh tak pantas menyatakan diri tahu tentang hakikat kebenaran.

Di tengah ketidak-tahuannya, tetap dia lakukan apa-apa yang dia anggap paling baik.
Kembali dia membaca kitab yang dianggap suci, memperhatikan alam, memperhatikan masyarakat, memperhatikan dirinya sendiri, dan berbuat apa yang dia anggap terbaik berdasar pemahamannya, berlepas dari keinginan-keinginan di luar kebutuhan.

dia memohon lagi kepada Tuhan untuk ditunjukkan mana jalan yang benar menurutNya. Memohon sambil mengakui kelemahan dan kebodohannya,
memohon petunjuk sambil mengembalikan lagi kepadaNya apa saja yang telah diyakini dan dijalani selama ini.
tak mau ia menyembunyikan sesuatupun di hadapan Gurunya. "inilah Guru, aku kembalikan semua pemahamanku, hanya Engkau yang tahu hakikat kebenarannya. Selanjutnya bimbinglah aku".

Maka pada saat itu dia bermohon dalam keadaan kosong lagi, benar-benar kosong, nol dan tak tahu apa-apa lagi.
berserahlah dia atas apa yang akan dikehendaki Tuhan kepadanya setelahnya, karena percaya bahwa Tuhan adalah Guru sejati, yang tak akan mencelakakannya, justru akan membawanya pada kenikmatan terbaik.

Setelah meminta petunjuk itu, dia kembali menjalani kehidupannya.

---------------------------------

Begitulah seterusnya, hingga akhir hayatnya

**********


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 

Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 

Yang menguasai di Hari Pembalasan. 

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. 

Tunjukilah kami jalan yang lurus, 

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. 

(Al Fatihah: 1-7)

**********

wallohu a'lam

Tuesday, September 4, 2012

Kemuliaan Hati Sang Nabi SAW



Sebuah Kisah.
 
Beberapa hari setelah Rasulullah SAW wafat, syaidina Abu Bakar Shidiq RA dibai'at menjadi khalifah pertama. Tugas menjadi seorang khalifah tentulah sangat berat. Syaidina Abu Bakar Shidiq  berusaha memimpin seperti kepemimpinan Rasulullah SAW dan beliau ingin sekali menjalankan hidup seperti hidup baginda Rasulullah SAW.

Untuk bisa mencapai tujuannya tersebut syaidina Abu Bakar RA bertanya pada Aisyah Rda (istri Nabi). "Wahai umi amirul mukminin, apa saja kebiasaan Rasulullah semasa hidup selain ibadah yang belum aku kerjakan?". Aisyah menjawab "Semua kebiasaan baginda Nabi telah engkau laksanakan, kecuali satu hal, yaitu; Setiap hari Baginda Nabi selalu mengambil makanan dari rumah dan makanan tersebut beliau bawa ke sudut kota Madinah, di sana beliau menyuapi seorang nenek Yahudi yang buta matanya."

Abu Bakar pun segera mengambil senampan makanan di dalam rumahnya dan pergi ketempat yang disebutkan Aisyah untuk menyuapi nenek buta tersebut. Sesampai di sudut kota Abu Bakar menemukan seorang nenek pengemis buta yang tidak terurus, sepertinya memang perempuan tua itu sedang kelaparan.

Tapi anehnya mulut perempuan tua itu selalu mengoceh dengan kata-kata yang menghina dan mencaci Rasulullah SAW : “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”. Menurut orang-orang di sekitarnya memang setiap hari nenek itu begitu, selalu menghina dan mencaci maki Baginda Nabi SAW.

Awalnya Abu Bakar enggan menyuapi nenek yang menghina dan mencaci Rasulullah tersebut. Namun karena teringat kata-kata Aisyah bahwa setiap hari baginda Nabi selalu menyuapi nenek tersebut hingga menjelang wafatnya, maka Abu Bakar pun menghampiri dan menyapa perempuan tua tersebut. "Wahai nenek diamlah, aku akan menyuapimu" sapa Abu Bakar. Nenek itu menjawab "Terima kasih, tapi sebelum itu, aku hanya ingin mengingatkan engkau hai orang baik, jika kau mendengar nama Muhammad, jauhilah dia karena sesungguhnya dia adalah pembohong dan pendusta."

Kemudian dengan hati-hati Abu Bakar menyuapi nenek buta itu.Namun setelah dua suapan, nenek tersebut tiba-tiba menepis tangan Abu Bakar sambil berkata "Siapakah kamu?" Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasanya”. Sang nenek membantah: "Bukan. Kau bukanlah orang yang biasa menyuapi aku makanan, aku tahu orang itu sangat lembut dan sopan. Kalau dia sudah dekat aku tau kalau dia yang datang. Kau pasti bukan orang itu !"

Selama ini memang baginda Nabi tidak pernah mengenalkan namanya ketika sedang menyuapi sang nenek buta yang sering mencaci secara langsung tanpa disadarinya. Dalam menyuapi, Nabi biasa menghaluskan makanan terlebih dulu baru dia suapkan langsung ke mulut sang nenek.

Mendengar ucapan nenek tersebut Abu Bakar menangis dan berkata "Wahai perempuan tua, sesungguhnya orang yang biasa menyuapimu setiap hari itu sekarang telah tiada, karena dia telah wafat beberapi hari yang lalu. Dialah Muhammad yang selalu menyuapimu. Dialah Muhammad yang selalu engkau caci maki dan kau hina."

Mendengar penuturan Abu Bakar tersebut, sang nenek tersungkur menangis tersedu-sedu dan sangat menyesalinya, akhirnya ia pun segera menyatakan syahadat di hadapan Abu Bakar.