Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Wednesday, February 20, 2013

Pertanyaan vs Realitas Hidup

Pesawat sudah lepas landas 30 menit yang lalu. Paijo yang tadinya anteng sejak dari rumah, kini tiba-tiba ribut dengan pertanyaan-pertanyaan ke ayahnya.

“Kenapa harus naek pesawat sih Pah, gak pake Bis atau Kereta aja?
“Koq Papah mau dibawa terbang gini? Kalau jatuh gimana donk?”
“Kita mau ke Australia ya? Australia itu tempat apaan sih Pah? Buat apa kesana?”
“Trus, ini koq bawa jaket tebal, sarung tangan dan topi gunung gunanya buat apa, kan di Jakarta udara panas sekali?”
“Buku Bahasa Inggris ini apa Pah? Kenapa perlu belajar, gunanya buat apa, kan pake Bahasa Indonesia sudah bisa?”

Ayahnya Paijo memang sabar, dia coba jawab satu persatu pertanyaan dari anaknya. Tapi dasar Paijo memang lagi hobi kritis, di terus aja tanya ini itu ke ayahnya sepanjang perjalanan.
Pesawat itupun terus saja melaju, tanpa peduli bahwa di dalam kabinnya terdapat session tanya jawab sengit antara seorang anak dan ayah. Beberapa jam kemudian pesawat bersiap melakukan pendaratan, dan Paijo dengan segala ketidakmengertiannya dipaksa ayahnya mengenakan jaket, sarung tangan dan topi gunung itu. Tak tahunya, setelah keluar dari pesawat itu dia menemui hujan salju dan angin dingin yang sangat.


Adalah wajar apabila rasa penasaran itu muncul di bumi. Penasaran terhadap hidup, bahkan terhadap sosok Tuhan. Tetapi sesungguhnya bumi terus meluncur kepada tujuannya, tak mungkin ia berbalik arah. Dan para Nabi sebagai manusia yang berkesadaran tinggi telah diberikan pengetahuan menghadapi masa depan oleh Yang Maha Kuasa. Maka bekal apakah yang sudah kita persiapkan, di samping sibuk bertanya dan mencari jawaban ?

Sungguh menyeramkan apabila di ujung perjalanan itu ternyata hamparan salju sedangkan kita tak membawa apapun yang akan melindungi tubuh. Akankah protes keras di sana? Sedangkan di dunia ini telah mendapat petunjuk-petunjuk tentang itu? Malah ada yang menuduh Tuhan telah bermain tebak-tebakan? Duh …!

Makna Kesedihan Mengenang Perjuangan Rosul SAW

Kita yang mengaku cinta Rosul tentu bersedih apabila mendengar kisah bagaimana Beliau berjuang di antara penduduk Mekah.
Tetapi mungkin kita terlupa akan salah satu makna kesedihan itu. Di mana dalam kesedihan itu, mungkin kita bertanya-tanya :

“Kenapa mereka yang tidak setuju dengan ajaran Rosul itu tega menghimpit, menghina, menyakiti hati dan tubuh Rosul?” 


Terlepas dari sikap pemaaf yang luar biasa dari Rosul,
Maka kita ini apabila melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan mereka yang tidak setuju kepada Rosul itu. Yakni gemar menghimpit, menghina, menyakiti hati dan tubuh siapapun yang tidak kita setujui,

Sesungguhnya itu tidak jauh berbeda dengan membenarkan kejahatan yang mereka lakukan kepada Rosul.

Semoga kita selalu diberi kelapangan untuk ber-introspeksi diri agar kecintaan kita kepada Rosul menjadi berarti. Astaghfirullahal ‘adziim..

Sholawat dan Salam kepada Rosululloh, penyampai ajaran rahmatan lil ‘alamiin.

Tentang Takdir (1)

Semua yang terjadi adalah takdirNYA. Termasuk hujatan-hujatan kepadaNYA, adalah juga takdirNYA.
Hujatan-hujatan yang dilontarkan tanpa emosi karena hendak memprovokasi, ataupun hujatan yang memang disampaikan dengan emosi, adalah takdirNYA.

TakdirNYA memang demikian, ada yang baik, ada yang buruk.
Ada peperangan yang dilatarbelakangi saling emosi pada keduanya,
Ada peperangan yang dilatarbelakangi persepsi suci pada keduanya,
Ada peperangan yang dilatarbelakangi kombinasi pada keduanya,
Semua adalah takdirNYA.

Dan manusia adalah agen takdirNYA.
Takdir baik, takdir buruk.
Namun manusia diberikan penglihatan, pendengaran, dan hati, seharusnya membuatnya tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mana takdir neraka, mana takdir surga.
Sehingga manusia adalah agen bebas, untuk memilih tempat takdirnya sendiri.
Kalau dia mau, mampu lah manusia berganti takdir. Dari takdir baik ke takdir buruk. Dari takdir buruk ke takdir baik.

Tapi memang, untuk berganti takdir dari yang buruk ke yang baik itu harus menangkap energi. Energi perasaan. Sehingga mungkin terasa tak masuk akal untuk berpindah dari takdir buruk ke takdir baik. Mungkin berat, luar biasa berat.
Atau bahkan diri merasa telah berada di takdir baik, padahal sebenarnya di takdir buruk? Maka hanya dirinya sendiri dan Tuhan lah yang tahu.

Bagi yang percaya dengan takdirNYA, melihat berbagai kejadian seharusnya tidak membuat diri terheran-heran. Bahkan benci atau senang pun, seharusnya tidak, atau setidaknya sedikit atau sebentar saja.
Karena yang sudah terjadi adalah takdirNYA.
Apakah dengan terjadinya takdir buruk di sekitar lantas menyalahkan Tuhan? Tidak, mana berani menyalahkanNYA.
Apakah dengan terjadinya takdir buruk di sekitar lantas heran? Tidak, karena apa yang diperbuatNYA memang bisa dahsyat. Tak ada yang perlu diherankan.

Tetapi bagaimana terhadap manusia sekitar yang telah menjalankan takdir buruk? Manusia harus hormati dia, karena dia seperti itu atas kehendakNYA. Bagaimana mungkin manusia bisa melecehkannya, itu sama saja melecehkan kehendakNYA? Apa mau berurusan dengan Tuhan soal pelecehan itu? Tentu tidak, tidak berani.

Namun, kepada pelaku takdir buruk yang melanggar hak manusia lain, sudah sepatutnya bagi manusia yang percaya Tuhan untuk bersikap, yaitu berusaha mengembalikan hak manusia lain yang telah direbut. Itupun apabila manusia yang telah dilanggar haknya tidak memaafkan. Itupun harus dengan prosedur yang telah ditetapkanNYA, di antaranya adalah dengan strategi (akal).

Pengambilan sikap yang demikian, bukanlah menentang telah terjadinya takdir buruk, tetapi usaha diri agar selanjutnya menetapi takdir baik sesuai yang telah digariskanNYA. Dan, Tuhan tidak silau dengan usaha-usaha manusia yang bermotifkan kebaikan. Bercampurnya tindakan-tindakan buruk di antara yang baik, akan diperhitungkanNYA dengan teliti. Dan pada akhirnya, itupun adalah takdirNYA, bahwa seorang manusia setiap saat boleh jadi sedang menjalankan takdir buruk dan takdir baik sekaligus.

TakdirNYA, baik dan buruk.
Manusia adalah agen takdir itu. Tetapi setiap manusia sudah ada yang mengurusnya, yaitu Tuhannya. Tak layak bagi manusia untuk membenci ciptaanNYA. Dan boleh jadi Tuhan memiliki rencana yang lebih baik untuk dia dibanding ke diri sendiri. Manusia bisa apa? Mengurus diri sendiri tak akan mampu. Semua urusan adalah milikNYA.

Yang bisa dilakukan manusia atas manusia lain, hanyalah sebatas membenci tindakan buruk, bukan pelakunya. Karena yang tahu tentang manusia lain, adalah dia dan Tuhannya. Manusia tak akan bisa tahu, tanpa diberitahuNYA.

Ya, manusia memang bisa menduga. Tetapi dugaan itu hanyalah layak untuk diri sendiri, tak pantas untuk dijadikan alat perampasan hak atas orang lain tanpa dasar.

TakdirNYA …..
Wallahu a’lam

Yang Kutahu Pasti tentang Tuhanku

  1. DIA lah yang meng-ada-kan kesadaranku dalam sejarah manusia, sehingga aku dapat mengungkapkan rasa terimakasih padaNYA. Itulah kebaikan pertama dan terutama. Sebagai reaksi (yaitu berterimakasih) atas aksi terbesar yang aku terima (di-ada-kan) untuk keseimbangan hidup. Rasa terimakasih yang tak hanya di pikiran (mulut) saja, tetapi terwujud nyata dalam tindakan (respon positif terhadap perintah dan laranganNYA) yang mendukung kesejatian diri.

  2. DIA lah yang menyuruhku berbuat baik setinggi-tingginya untuk diri sendiri dan alam. Juga menyuruhku untuk menggunakan akal dengan sebaik-baiknya.

  3. DIA lah yang memberikan pengajaran sehingga dapat tertanam keyakinan dalam diri sebagai dasar yang kokoh tempat bersemayamnya segala kebahagiaan.

  4. DIA lah yang menjanjikan hasil kebaikan di masa depan, sehingga aku bertahan terhadap usaha kebaikan yg tak menghasilkan di masa kini. Dengan keyakinan itu, kebaikan selalu terpancar ke diri dan ke alam dengan tak henti-hentinya, tak terganggu oleh keadaan negatif apapun.

  5. DIA lah yang memberi cahaya hakikat nasib akhir jagad raya yang dahsyat ini, dan mengkabarkan kebahagiaan dan kesengsaraan kehidupan di masa depan. Dengan keyakinan itu, eksis lah berbagai upaya “sebab” yang terdedikasikan untuk “akibat” di kehidupan selanjutnya (kedua). Sebab-sebab kebaikan tertuju kepadaNYA sebagai Yang memasang neraca keadilan di jagad raya ini. DIA lah yang memastikan bahwa mustahil ada aksi yang tak menghasilkan reaksi, termasuk pada ranah batiniah. Tak ada kesadaran yang bakal dirugikan. Pada akhirnya, keyakinan ini melahirkan ketenangan karena jawaban yang tuntas atas pertanyaan dan penasaran alamiah seputar ketidakadilan dan berbagai misteri kehidupan.

Tulisan di atas memang baru sebatas semangat karena belum teraplikasikan seluruhnya. Mencoba untuk memahami Tuhan dalam bingkai “persepsi” yang menciptakan kebahagiaan dalam diri. Sejenak membebaskan diri dari berbagai paham “obyektif” tentang Tuhan yang melelahkan dalam perdebatan.


Pada setiap relasi antara individu A dan B selalu memiliki dampak eksternal (obyektif) maupun internal (subyektif). Dampak eksternalnya adalah perlakuan B ke A atau A ke B. Dan dampak internalnya adalah perubahan pada masing-masing diri A dan B.
Sedangkan relasi antara manusia dengan Tuhan, hanya akan berlaku dampak eksternal dan internal pada manusia, dan tidak berdampak apapun kepada Tuhan yang maha. Namun, ketika dampak eksternal pada manusia tak mudah untuk diulas di antara sesama, maka dampak internal menjadi hal yang penting untuk dijadikan salah satu pendekatan.


أَعُوذُبِاللَّـهِ مِنَالشَّيْطٰنِ الرَّجِيمِ
Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu”. (Yunus:108)

Tentang Kesadaran (1)

Tak dipungkiri, manusia memang mendambakan suasana damai. Harapannya yang ada di sekelilingnya hanyalah senyum dan sapa. Rasa syukur, saling mengasihi, berucap kata-kata yang jauh dari kebencian dan perbedaan. Dunia terasa indah, tentram dan semuanya bahagia.
Tapi sayangnya itu hanya utopia.
Karena realita berkata lain.

Karena sejatinya bumi ini bisa memunculkan tempat-tempat kenikmatan, tidak lain adalah karena ada peran matahari yang apinya menggelegar di atas sana. Dengan energi api matahari itu, bumi tercegah dari keadaan kedinginan yang mematikan. Tanpa benda alam sejenis matahari, bumi tak berkehidupan. Tapi dengan energi api itu pula, beberapa tempat mengalami keadaan panas yang tidak mengenakkan tubuh. Ada juga yang sampai menimbulkan kebakaran dan badai.

Magma bumi juga memiliki peran. Karena dari magma itu keluarlah batu-batuan dan mineral yang berguna. Dengan magma itu pula terbentuk gunung-gunung tempat hidup tanaman dan buah-buahan. Pemandangannya pun elok. Tetapi dengan magma bumi itu, tersimpan juga kekuatan yang memunculkan gempa yang mematikan, juga tsunami dan letusan gunung berapi.

Itulah secuil dari realita alam tempat manusia berpijak. Realitas yang bersambung dengan realitas diri antara lapar dan kenyang, sengsara dan nikmat, duka dan bahagia. Semua realitas tercampur baur menjadi realitas yang sungguh besar dan luas.
Maka manusia akan bertanya-tanya, kenapa begini? Bukankah suatu keindahan apabila yang ada hanyalah kenikmatan dan kedamaian? Kenapa pula harus menjadi tua dan mati?

Itulah memang kehidupan,
Kenyataannya memang demikian,
Manusia memang tak ada pilihan untuk terlahir ataukah tidak.
Tapi manusia bisa menolak kelahirannya apabila tak menghendaki, banyak cara untuk bunuh diri yang tak begitu menyakitkan.

Maka..
Ketika ia memutuskan untuk melanjutkan hidup, itu sama saja dengan penandatanganan kontrak persetujuan atas kelahirannya. Persetujuan atas kesadaran yang menyusul kelahirannya. Kesadaran akan realita. Dan secara gentleman, tak layak bagi manusia untuk mempertanyakan bahkan menggugat lagi.

Dan itulah awal bagi manusia untuk bertanggung jawab. Kepada kesadarannya sendiri dia bertanggung jawab.
Semua atas nama kesadaran.

Ya, kesadaran itulah.
Tempatnya memilih dan menolak,
Tempatnya nikmat dan derita,
Tempatnya keraguan dan keyakinan,
Tempatnya kepedulian dan pengabaian,
Tempatnya kasih sayang dan kekejian,
Tempatnya kebijaksanaan dan kecurangan,
Tempatnya kebohongan dan kejujuran,
Tempatnya kesombongan dan kerendah hatian

Ya, pada kesadaran itulah,
Tempat pertanggung jawaban pada setiap diri,
Apakah kesadaran itu akan memuliakannya,
Ataukah justru menyiksanya.

Tentang Kesadaran (2)

Dengan kesadaranlah manusia mengenali kepedihan dari kenikmatan,
Dengan kesadaranlah manusia mengenal keadilan dari kesewenang-wenangan,
Dengan kesadaranlah manusia mengenali kehinaan dari kemuliaan,
Dengan kesadaranlah manusia membedakan kemantapan dari kebimbangan,
Dengan kesadaranlah manusia mengenali kegelisahan dari ketenangan,
Dengan kesadaranlah manusia membedakan kelemahan dari kuatnya kepedulian,
Dengan kesadaranlah manusia mengetahui kepura-puraan dari kesungguhan,
Dengan kesadaranlah manusia mengenali kekurangan dari kesempurnaan,
Dengan kesadaranlah manusia membedakan tanggung jawab dari kebodohan,
Dengan kesadaranlah manusia membedakan kejujuran dari kebohongan,
Dengan kesadaranlah manusia membedakan kebaikan dari keburukan,

Dalam kesadaranlah ukuran-ukuran berada,
Sebagai suatu kepastian acuan,
Akan tetapi manusia hendak membuat kedustaan besar kepada kesadaran,
Sekaligus memaksa kesadaran untuk menjadi budak dari prasangka,
Dengan mengklaim apa yang didapat adalah kepastian, padahal nyatanya adalah ketidakpastian,
Dengan mengatakan apa yang dicapai adalah kekuatan, padahal nyatanya adalah kelemahan,
Dengan menyatakan telah mencapai tujuan, padahal nyatanya sedang menghadapi pertanyaan-pertanyaan,
Lalu menggunakan kedustaan-kedustaan itu sebagai dasar hidup dan kehidupan,
Oh, betapa merananya kesadaran itu menjalankan roda-roda hidup,
Kemuliaannya telah terbungkam oleh kebohongan,
Kesaksiannya atas nilai-nilai telah dihinakan,
Maka nilai-nilai lah yang jadi saksi bisu dari penghinaan itu.

Maka ketika hukum sebab akibat berada dalam alam penggenapan,
Energi kesadaran itu akan menuntut balik,
Dengan menimpakan segala ukuran keburukan yang kemudian menjadi nyata,
Kepada tuannya,
Karena saat itulah alam kedua berkuasa penuh kepada manusia,
Atas izin Tuhannya.

Tentang Kesadaran (3 - habis)

Sesuai dengan keberadaannya yang pasti, kesadaran menuntut kepastian.
Tetapi itu tak bisa dijawab oleh akal manusia. Karena akal manusia tak bisa memberikan produk atau hasil yang pasti. Berbagai kemajuan yang telah dicapai, berbagai teknologi yang telah ada, nyatanya tak juga memberikan jawaban yang memuaskan bagi kesadaran. Berbagai kemajuan itu ternyata hanyalah menambah gulungan spiral pertanyaan. Semakin besar dan semakin besar saja spiral itu. Tak ada jawaban yang menjadi penutup kurva spiral itu.


Siapakah aku? Kenapa aku ada? Bagaimana nanti? Kenapa ada ketidak adilan? Selamanya akal diserang rentetan pertanyaan paling mendasar. Padahal hidup harus berjalan dengan ketenangan, dalam mengarungi berbagai problema. Dan ketenangan itu hanya bisa dicapai manakala kesadaran mendapatkan jawaban yang pasti.


Seharusnya akal manusia tak perlu melontarkan kebohongan terhadap kesadaran dengan mengatakan:
“Pengetahuanku ini pasti! Hidup ini hanya sekali! Mati sekali untuk selamanya!”
“Akhirat itu tak ada! Tuhan itu pasti tak ada! Jadi ayo lanjutkan hidup bebas tanpa Tuhan!” 

Sedangkan pada kesadaran itu tak pernah sekalipun disajikan bukti atas kematian yang selamanya, karena jelas-jelas manusia tak sedang berada di ujung waktu. Nenek moyang memang tak ada yang bangkit lagi, tetapi kesimpulan itu hanya berlaku pada saat-saat sekarang saja. Nyatanya waktu mungkin akan terus bergulir hingga milyaran tahun lagi, apapun bisa terjadi dalam jangka waktu selama itu.

Karenanya, kesadaran akan menjawab balik:
“Manusia telah berbohong! Boleh jadi hidup ini lebih dari sekali! Dan jikalau benar hidup lebih dari sekali, bagaimana dengan hidup selanjutnya?”
Pertanyaan itu, dan pertanyaan yang lain terus menggema dalam perjalanan hidupnya.


Maka bagaimanakah untuk mengatasi kesadaran itu..?
Kejujuran!
Kejujuranlah jalan yang mendamaikan antara manusia dengan kesadarannya. Kejujuranlah yang mempertemukan manusia dengan kesadarannya. Kejujuran mungkin tak menyelesaikan persoalan di luar, tapi setidaknya dalam diri telah ada sikap menghargai. Seakan manusia berkata dengan kesadarannya:
“Ya, saya akui, saya memang tak mampu memenuhi permintaanmu.”
Nah!
Tak dinyana! Itulah jawaban terhadap spiral pertanyaan yang selama ini dilontarkan dalam kesadaran! Itulah penutup kurva yang selama ini dicari-cari! Memanglah manusia itu lemah. Itulah kepastian yang dibutuhkan oleh kesadaran!


Lantas? Bagaimana dengan persoalan di luar? Adakah solusinya?
Tak ada jawaban! Hanyalah kepasrahan!
Pasrah sebagai konsekuensi dari kejujuran. Pasrah dengan kelemahan dan keterbatasan! Pasrah dengan apapun yang terjadi nanti! Karena memang tak ada yang bisa dipastikan tentang keadaan di masa depan. Alam dan lingkungan benar-benar tak bisa diperkirakan. Apakah besok mati, apakah besok akan kehilangan sesuatu, apakah besok akan bahagia? Sengsara? Sukses?
Pasrah!
Pasrah dari segala akibat. Pasrah dengan potensi diri. Pasrah dengan usaha yang tak tahu hasilnya. Pasrah menanggung kenyataan. Pasrah menanggung penderitaan.


Tetapi cobalah kita lihat! Hukum kehidupan seakan berbalik akibat dari kepasrahan.
Banyak sekali kepasrahan yang justru menolong.
Milyaran bayi yang di dunia ini hanya bisa menangis dan berpasrah, ternyata banyak yang terus hidup tanpa disadarinya.
Begitu juga dalam dunia satwa. Kepasrahan menghadapi ganasnya pemangsa seringkali justru menyelamatkan.


Kepasrahan adalah titik tolak yang luar biasa. Banyak manusia mencapai keberhasilan setelah pasrah dengan keterpurukan. Kepasrahan untuk tak meratapi keadaan. Menjadi energi yang luar biasa untuk bangkit .
Bagaimana pula apabila kepasrahan tak juga menolong?
Tetap berpasrah!
Nyatanya memang hanya itu yang bisa dilakukan. Bersiap dengan segala keadaan. Dan lihatlah sekali lagi! Kepasrahan itu nantinya akan mengurangi rasa sengsara.


Para Nabi adalah teladan yang sempurna tentang kepasrahan manusia. Maka dari itulah Tuhan memberikannya titik balik yang dahsyat bagi kehidupan! Cahaya kehidupan yang terang benderang!
Segala rahasia hidup terbuka lebar, memberikan kebahagiaan tiada tara bagi kesadaran! Terjadilah resonansi antara kesadaran dengan kehidupan! Sungguh dahsyat!
Ritual, dogma, pengorbanan, kesemuanya mencerminkan kepasrahan manusia secara nyata!


Kejujuran tentang ketidaktahuan manusia kini termanifestasikan secara lugas dengan ritual, dogma dan pengorbanan itu. Kejujuran kini tidak sekedar kalimat penghibur. Kepasrahan tidak sekedar gambar penyejuk mata.
Kejujuran dan kepasrahan menjadi nyata! Ya, nyata ketika diri yang merasa bodoh itu tetap menjalankan hal-hal yang tak sepenuhnya dimengerti, atas dasar kepercayaan kepada para Nabi yang sempurna dalam kepasrahannya. Atas nama Tuhan yang Maha Mengetahui segala misteri.
Dan lihatlah.. rasakanlah.. betapa ritual, dogma, dan pengorbanan itu memberikan titik balik yang hebat. Keberanian, kemantapan, kesungguhan, ketangguhan, kesabaran berakar dan bertumbuh kuat dalam diri. Memberi energi hidup tanpa henti. Keselamatan kebahagiaan yang mengatasi keadaan, melampaui kematian.
Itulah, Kejujuran dan Kepasrahan!

Dan di akhirat nanti, boleh jadi kesempurnaan dan keberuntungan kan terwujud atas restu Sang Pengajar, Pemilik Kehidupan dan Kesadaran.


Kini, siapakah aku? Siapakah kita?
Beranikah berdamai dengan kesadaran ?
Entahlah :(

Wallahu a’lam

Jejak yang Abadi - tentang akhirat (1)

Tepuklah air di bak kamar mandi dengan tangan. Air bergelombang bukan? Tinggalkan 1 jam, lalu lihat lagi, pasti gelombangnya hilang, atau pelan sekali. Apakah itu berarti jejak tepukan tangan hilang?
Tidak!

Jejak itu sebenarnya telah berkonversi menjadi energi air dalam bentuk gelombang tertentu. Dan gelombang itu menimpa udara di sekelilingnya, menimpa dinding bak,dan mungkin mempengaruhi gelombang-gelombang yang lain. Dinding bak akan mempengaruhi udara di balik dinding juga, udara akan bergerak sedemikian rupa dan pasti tertentu.

Terus menerus energi-energi itu akan berantai mengembara sesuai hukum alam. Sampai suatu saat nanti bumi dan matahari ditelan black hole pun, pada saat itupun bumi akan berbentuk sedemikian rupa yang membawa bukti-bukti jejak makhluk. Dalam skala yang luar biasa kecil, pasti akan tetap ada, di black hole sekalipun.
Lalu, apakah black hole itu kekal?

Since nothing can escape from the gravitational force of a black hole, it was long thought that black holes are impossible to destroy. But we now know that black holes actually evaporate, slowly returning their energy to the Universe. The well-known physicist and author Stephen Hawking proved this in 1974 by using the laws of quantum mechanics to study the region close to a black hole horizon. ( http://hubblesite.org/explore_astronomy/black_holes/encyc_mod3_q10.html )

Ternyata black hole memancarkan kembali gelombang-gelombang energi ke alam raya.

Image illustrating: Do black holes live forever?

Quantum mechanics dictates that matter on the smallest scales often behaves more like waves than like particles. Much modern technology relies on this
-----

Bagaimanakah keadaan jejak-jejak itu nanti? Bagaimana pula keadaan jejak material manusia setelah dilumat gaya inti black hole, dan kemudian mengembalikan lagi energinya ke alam raya?

-----
We cannot glimpse what lies inside the event horizon of a black hole because light or material from there can never reach us. Even if we could send an explorer into the black hole, she could never communicate back to us.


Current theories predict that all the matter in a black hole is piled up in a single point at the center, but we do not understand how this central singularity works. To properly understand the black hole center requires a fusion of the theory of gravity with the theory that describes the behavior of matter on the smallest scales, called quantum mechanics. This unifying theory has already been given a name, quantum gravity, but how it works is still unknown. This is one of the most important unsolved problems in physics. Studies of black holes may one day provide the key to unlock this mystery.


Einstein’s theory of general relativity allows unusual characteristics for black holes. For example, the central singularity might form a bridge to another Universe. This is similar to a so-called wormhole (a mysterious solution of Einstein’s equations that has no event horizon). Bridges and wormholes might allow travel to other Universes or even time travel. But without observational and experimental data, this is mostly speculation. We do not know whether bridges or wormholes exist in the Universe, or could even have formed in principle. By contrast, black holes have been observed to exist and we understand how they form.
( http://hubblesite.org/explore_astronomy/black_holes/encyc_mod3_q4.html )

image : http://hubblesite.org/explore_astronomy/black_holes/encyc_mod3_q10.html

Siapa Menjamin Tak Ada Hari Kebangkitan? - tentang akhirat (2)

Melanjutkan artikel sebelumnya “Jejak itu Sementara?”, di sini saya mengajukan pertanyaan sebagaimana judul kepada siapa saja yang berminat, utamanya kaum yang tidak percaya kepada hukum Tuhan dan akhirat :

Apabila kita percaya penuh dengan ketertataan semesta, apakah keadaan manusia sekarang ini berasal dari suatu kebetulan? Tentunya tidak, bukan?
Tak perduli awal kejadian manusia itu lantaran evolusi ataukah reaksi kejutan energi terhadap materi pembentuk, atau apapun teorinya, pastilah kita percaya bahwa semua itu adalah produk ketertataan semesta yang berdasar sebab akibat.

Apapun itu bentukan energi+materi yang terjadi saat ini (akibat), semuanya adalah produk dari bentukan energi+materi di masa lalu (sebab). Lebih detail, maka otak, mata, syaraf-syaraf yang kita miliki sekarang ini adalah akibat dari keadaan semesta di masa lalu, termasuk ketika kehidupan makhluk hidup belum ada di bumi.
Dikarenakan suatu kejadian sebab-akibat itu tertata sempurna, maka suatu keniscayaan apabila runutan “sebab lalu akibat” dapat berlaku terbalik menjadi “akibat lalu sebab“, walaupun mungkin hanya ada di ranah imajiner.

—-
Sy ilustrasikan:
Kalau kita menggelindingkan bola voli dari lantai titik A ke titik B, maka kita bisa melakukan kebalikannya, yaitu menggelindingkan bola voli dari B ke A.
Kalau suatu spon bola lentur sempurna berdiameter 20 cm kita remas sehingga menjadi berdiameter 1 cm, maka kita bisa melakukan kebalikannya yaitu melepaskan remasan sehingga diameter spon mengembang dari 1 cm menjadi 20 cm.
—-

Kembali ke alam nyata, kita bisa bayangkan bagaimanakah bentuk energi-materi pada tata surya dan sekitarnya ketika suatu saat nanti hampir tertelan black hole? Pasti akan memiliki bentuk energi-materi tertentu yang sangat-sangat spesifik sebagai produk masa lalunya termasuk ketika berpadu dengan sejarah manusia.

Kemudian masuklah ia ke black hole, di mana di sana haruslah tetap masih mengandung hukum keteraturan, tak perduli seberapapun cepat putarannya, seberapapun kuat energinya dan seberapapun padat massanya. Maka bumi akan terlumat dengan se ekstrim-ekstrimnya hingga level sub-atom, pun energinya akan berpadu sedemikian rupa.

Yang menjadi hal terpenting adalah, black hole itu berdasar pendapat dan pengamatan ilmuan (termasuk einstein dan hawking), tidaklah terus menerus memadat. Akan tiba suatu keadaan di mana black hole itu memancarkan (membuang) energinya keluar, yaitu ke alam raya.

Apakah pembuangan energi itu berbentuk acak? Tidak kan? Pasti menurut perhitungan sebab akibat yang juga teratur. Tak perduli apakah pembuangan itu berupa ledakan-ledakan dahsyat, tetaplah ledakan itu terjadi secara spesifik. Ilmuan memang tak tahu seperti apa bentuk pengeluaran energi dari suatu black hole, hanya sekedar kira-kira. Einstein memperkirakan black hole itu adalah penghubung antara semesta yang ada dengan semesta yang lain. Sedangkan Hawking berpendapat bahwa blackhole itu mengeluarkan energi ke alam raya ini. ( *Terkait ini silahkan baca artikel “Jejak itu Sementara?” )

Maka, jikalau benar bahwa black hole itu memancarkan energinya kembali ke alam, apakah kita bisa “mengabaikan” peristiwa yang terjadi akibat dari itu?
Bagaimana mungkin mengabaikan, sedangkan kita mengaku percaya penuh pada hukum keteraturan?

Apakah tak layak kita berpikir bahwa hal itu semacam kejadian pemantulan tata surya sekaligus pemuaian setelah pemadatannya?
Sebagaimana proses memuainya spon busa setelah peremasannya?
Dan yang terjadi nantinya adalah pembentukan tata surya secara terbalik?
Lebih lanjut, terjadinya pembalikan sejarah umat manusia, di mana penghuni kubur yang telah terurai, abu-abu pembakaran manusia yang telah tersebar di samudera itu akan bersatu kembali mewujud menjadi manusia-manusia yang hidup kembali?

Bagaimanakah seharusnya, apakah kita heran dengan terulangnya lagi kehidupan kedua dari material-material tak hidup, sedangkan kita telah percaya bahwa kehidupan yang berjalan sekarang ini berawal dari alam yang tak hidup? Apakah tetap berpegang teguh pada hukum keteraturan?

Maka,
Siapakah yang bisa menjamin secara empiris kalau aku tak akan bangkit lagi pada suatu masa setelah black hole itu memancarkan energi tata surya yang pernah jatuh ke dalamnya?
Bagaimana pula seandainya black hole itu menghadiahkan kejutan-kejutan peristiwa yang lain lagi akibat kekuatan dahsyatnya? Apakah kita nanti akan terkaget-kaget dengannya?
Dan bagaimana pula seandainya detak-detak energi yang terpancar dari jantung dan syaraf-syaraf tubuh ini turut masuk dan keluar dari black hole itu, di mana dendam, kesombongan, kebohongan akan terbongkar?

Ah, baiknya memang tak usah terlalu jauh.


TAPI SIAPA YANG BISA MENJAMIN KALAU AKU TAK AKAN BANGKIT LAGI SETELAH KEMATIANKU NANTI …… ??

Di Manakah Kiamat Berada? - tentang akhirat (3-habis)

Ini tentang keyakinan,
Di mana mata seakan tertuju padanya.
Maka mohon maaf bagi yang tidak dalam keyakinan yang sama, baik yang muslim maupun yang bukan.

Bismillahirrohmaanirrohiim,
Kiamat adalah bagian dari perjalanan semesta kepada Tuhannya sejak pertama kali diciptakan,
Al Fushilat:11
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.

 
Dalam perjalanan itu, Tuhan menjaga semesta agar tidak lenyap. Ruang dibentangkan sehingga gaya gravitasi tak membuat galaksi-galaksi saling merapat. Hal ini agar semesta dapat menyelesaikan tugasnya memunculkan kehidupan makhluk yang berkesadaran (manusia). Gravitasi terlawan oleh anti gravitasi, sehingga ruang melebar dengan percepatan.
Faathir:41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

 
Dan galaksi-galaksi itu pada akhir umurnya akan bermigrasi ke bentuk partikel (alam) yang lain. Dengan diawali terbentuknya black holes yang merupakan pintu-pintu masuk dari dunia materi yang ada sekarang ke dunia materi baru. 
Al Haaqqah:16
dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah.

 
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Black_hole

Selanjutnya benda-benda akan tersedot masuk ke black holes itu. Keadaan benda langit (termasuk bumi) memasuki black holes itu lah yang dinamakan sebagai awal terjadinya Kiamat. 
Pada saat benda langit itu memasuki zona terluar black holes, kecepatan bumi meningkat dengan sangat cepat, sehingga terdengarlah suara menggelegar dari langit seakan memasuki terowongan ruang-waktu. 
An Naml:87
Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.

 
Bumi, planet, matahari dan bintang-bintang berjatuhan ke black holes itu
At Takwiir:1 – 2
Apabila matahari digulung,
dan apabila bintang-bintang berjatuhan,
Dalam black holes itu, semuanya bercampur menjadi satu,
Hingga saatnya tiba, mereka akan keluar dari black holes menuju alam partikel yang baru. Keluarnya pun dengan kecepatan yang luar biasa, dan menimbulkan suara gemuruh luar biasa seakan hendak keluar dari terowongan ruang-waktu lagi.
Al Kahfi:99
Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya,

 
Dan seterusnya, tidak (belum) ada bukti akhirat yang dapat dieksplorasi manusia lagi, dikarenakan sifat partikel yang berbeda dari yang ada di dunia sekarang. 
Sedangkan dunia galaksi yang ada sekarang ini, pada masanya akan lenyap total, karena semuanya berduyun-duyun mengalami kiamat, yaitu bermigrasi ke alam akhirat. Saat ini dunia galaksi (yang dapat diamati) hanyalah tinggal sebesar 4,6% dari keseluruhan himpunan massa dan energi semesta. Karena sebagian besar telah berpindah ke “alam gelap”.

“Hasil ekperimen dari WMAP pada tahun 2008 yang menggabungkan data dari radiasi latar belakang dan sumber data lainnya menunjukkan bahwa rapatan massa/energi alam semesta utamanya terdiri dari 73% energi gelap, 23% materi gelap, 4,6% materi biasa, dan kurang dari 1%-nya neutrino.[32] Rapatan energi dalam materi menurun seiring dengan mengembangnya alam semesta, tetapi rapatan energi gelap tetap (hampir) konstan. Oleh karenanya, materi mendominasi keseluruhan energi total alam semesta pada masa lalunya. Persentase ini akan menurun pada masa depan seiring dengan semakin dominannya energi gelap.”
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Dentuman_Besar
———–

Sementara itu, manusia meyakini bahwa hukum kekekalan massa- energi berlaku pada hampir semua pengamatan. Karena itulah, kita dapat meyakini pula bahwa segala yang terjadi di dunia ini hanyalah semacam perubahan kombinasi dari materi-energi. Laksana kotak kubik saja.
 
Akhir dari kombinasi itu adalah kumpulan jejak perilaku materi-energi sejak dari awalnya. Kumpulan jejak perilaku manusia. Kumpulan jejak pembentukan manusia. Semuanya tercatat, seperti catatan aktivitas yang ditemui di dunia komputer :
Sumber: dok pribadi
Kombinasi itu akan berlanjut ke alam kedua, diawali dengan pancaran-pancaran dari black holes. Maka segala zat-zat yang telah terurai dari seorang manusia, kelak akan dapat disusun lagi karena semua catatan telah sangat jelas dalam penglihatan Tuhan.
Tuhan yang telah mampu menciptakan seorang manusia di alam pertama, tentunya mampu untuk membangkitkan ciptaannya itu di alam kedua.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:BlackHole.jpg
Al Haaqqah:18
Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).
Qaaf:20-22
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman.
Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi.
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
Lantas, kenapa terjadinya Kiamat begitu lama, hingga bermilyar tahun lagi bumi tertelan black holes di pusat galaksi Bimasakti ? Black holes tidak hanya ada di pusat galaksi, tapi black holes juga ada yang lebih dekat.
Bagaimanapun, kiamat sangatlah dekat, sedekat sisa umur kita masing-masing. Karena nyatanya kita juga tak menunggu lama untuk terlahir di bumi sejak bumi ada bermilyar tahun yang lalu. Sehingga kita pun tak akan merasa menunggu lama saat kita dibangkitkan lagi.

Ar Ruum:56
Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)”.

An Naazi’at:46
Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.

Yaa Siin:52
Mereka berkata: “Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?”. Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul(Nya).

———–

Wallahu a’lam