Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Wednesday, November 28, 2012

Kisah tentang Keadilan Tuhan

Suatu saat Nabi Musa a.s. bermunajat kepada Allah di bukit Thursina. Di antara munajat yang dilantunkannya adalah, “Ya Allah, tunjukkanlah keadilan-Mu kepadaku!” Allah berkata kepadanya, “Jika saya menampakkan keadilan-Ku kepadamu, engkau tidak akan dapat sabar dan tergesa-gesa menyalahkan-Ku.”

“Dengan taufik-Mu, “kata Musa a.s., “aku akan dapat bersabar menerima dan menyaksikan keadilan engkau". Kemudian Allah berkata "Pergialah ke mata air anu! Bersembunyilah engkau di dekatnya dan saksikan apa yang akan terjadi.!”.

Musa pergi ke mata air yang ditunjukkan kepadanya. Dia naik ke atas sebuah bukit dan bersembunyi . tidak lama kemudian datanglah seorang penunggang kuda. Dia turun dari kudanya, lalu wudhu, dan meminum air. Setelah itu dia shalat dan meletakkan sebuah kantong di pinggirnya yang berisi uang seribu dinar.

Setelah selesai melakukan shalat, penunggang kuda tadi bergegas pergi dan sangat terburu-buru sehingga dia lupa terhadap kantongnya. Tidak lama kemudian datang seorang anak kecil untuk meminum air dari mata air itu. Ia melihat ada sebuah kantong lalu mengambilnya dan langsung pergi.

Setelah anak kecil pergi, datang seorang kakek yang buta. Ia mengambil air untuk di minum lalu wudhu dan shalat. Setelah si kakek selesai melakukan shalat, dating penunggang kuda yang ketinggalan kantongnya itu. Dia menemukan kakek buta itu sedang berdiri dan akan segera beranjak dari tempatnya. Si penunggang kuda bertanya, “Kamu pasti mengambil kantongku yang berisi uang disini.” Betapa kagetnya si kakek buta itu. Ia berkata, “Bagaimana saya dapat mengambil kantongmu sementara mataku tidak dapat melihat?” Penunggang kuda itu berkata, “Kamu jangan berdusta! Sebab, tidak ada orang lain selain kamu” Si kakek buta berkata, “Betul, saya berada disini sendirian. Namun, kamukan tahu mataku tidak dapat melihat.” Si penunggang kuda berkata, “Mengambil kantong itu tidak harus dengan mata, dungu! Tetapi dengan tangan! Walaupun mata kamu tidak melotot, tanganmu tetap dapat digunakan.

Akhirnya , si kakek buta itu dibunuh oleh penunggang kuda. Setelah si kakek buta dibunuh, Ia menggeledahnya untuk menemukan kantongnya. Namun, ia tidak menemukannya. Maka, ia pergi meninggalkan mayat kakek buta tersebut.

Ketika Musa a.s. melihat kejadian tersebut, dia berkata, “Ya Tuhan, sungguh saya tidak sabar atas kejadian itu. Namun, saya yakin Engkau sangat adil. Kenapa kejadian mengenaskan itu bisa terjadi?”

Tidak lama kemudian datanglah malaikat Jibril dan berkata, “Allah memerintahkan kepadaku agar menyampaikan penjelasan-Nya kepadamu. Dia menyebutkan bahwa diri-Nya sangat mengetahui hal-hal gaib yang tidak engkau ketahui. Dia menyebutkan bahwa anak kecil yang mengambil kantong adalah mengambil haknya. Dulu, ayahnya pernah bekerja di si penunggang kuda itu namun ia tidak bayar secara zalim. Jumlah yang harus dibayarkan kepada ayah anak itu adalah sejumlah uang yang ada dalam kantong itu. Adapun kakek buta adalah yang membunuh ayah anak kecil itu sebelum mengalami kebutaan.”

Sumber : Buku : "Menggapai Hikmah dari Kisah"  (Kumpulan Kisah dari Buku Imam Al - Ghazali), pengumpul : Isyan Basya, Hasyimi, Januari 2005.

sumber langsung : http://heirspage.blogspot.com/2012/06/kisah-tentang-ke-maha-adil-tuhan.html

Tuesday, November 27, 2012

Tentang Arti Hidup

Seorang pria mendatangi Master, "Guru, saya bosan hidup. Rumah tangga berantakan. Usaha kacau. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit. Dan penyakitmu pasti bisa sembuh."

"Tidak Guru, tidak. Saya tidak ingin hidup," tolak pria itu.

"Baiklah. Ambil racun ini. Minum setengah botol malam ini, sisanya besok sore jam 6. dan jam 8 malam kau akan mati dgn tenang."

Pria itu bingung. Setiap Master yang ia datangi selalu memberikannya semangat hidup. Tapi yang ini malah menawarkan racun.

Sampai rumah, ia minum setengah botol racun. Ia memutuskan makan malam dgn keluarga di restoran Jepang yg sudah lama tak pernah ia lakukan. Utk meninggalkan kenangan manis, ia pun bersenda gurau dgn riang. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu."

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar & melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda utk jalan pagi.

Pulang ke rumah, istrinya masih tidur. Ia pun membuat 2 cangkir kopi. Satu utk dirinya, satu utk istrinya.

Istrinya merasa aneh, "Sayang, apa yg terjadi? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku ya?"

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?". Ia menjadi lebih toleran, apresiatif terhadap pendapat berbeda. Ia mulai menikmatinya.

Pulang jam 5 sore, ternyata istrinya menungguinya. Sang istri menciumnya, "Sayang, sekali lagi mohon maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkanmu." Anak-anak pun berani bermanjaan kembali padanya.

Tiba-tiba, ia merasa hidup itu begitu indah. Ia mengurungkan niatnya utk bunuh diri. Tetapi bagaimana dgn racun yg sudah ia minum?

Bergegas ia mendatangi sang Master, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Bila kau hidup dgn KESADARAN bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu. Bersyukurlah!! Itulah rahasia kehidupan.. Itulah kunci kebahagiaan, jalan menuju ketenangan."


Friday, November 23, 2012

Tentang Mukjizat : menelusur di antara Baik dan Benar (bagian 1)




Mukjizat adalah kehendak Tuhan dengan tujuan umumnya adalah sebagai tanda-tanda kekuasaanNYA bagi manusia. Namun, tujuan kontekstual dari mukjizat tak bisa dirumuskan. Kita lihat bagaimana karakteristik tujuan kontekstual dari mukjizat yang diturunkan kepada para Nabi di dunia :

  • Suatu ketika menolong, suatu ketika memberi pelajaran.
  • Suatu ketika mengalahkan, suatu ketika menimbulkan ketakjuban,
  • Suatu ketika mengabulkan doa, suatu ketika menjawab tantangan,
  • Suatu ketika menyempurnakan ketetapanNYA, suatu ketika melekatkan kemampuan tertentu yang dikehendakiNYA.


Maksud di atas adalah bahwa Nabi tidak berdaya untuk memilih mukjizat itu, sepenuhnya mukijzat turun karena mengikuti kehendakNYA. Kondisi ekstrimnya adalah bahwa pada kenyataannya ada Nabi yang tertolong nyawanya dengan mukjizat, namun ada juga Nabi yang terbunuh.
(Catatan: Terkait Nabi yang terbunuh itu secara ghaib diterangkan oleh Tuhan setelahnya, bahwa Nabi yang terbunuh itu sebenarnya dalam keadaan tersejahterakan di alam yang lain, meskipun secara pandangan manusia di dunia tidak terjadi mukjizat yang menolongnya. )

Maka berdasar kondisi tersebut, tidak tepat kalau di dunia ini kita terlalu mengharapkan mukjizat dalam pengertian munculnya suatu kejadian yang adikodrati. Bukan saja karena kita sangat jauh dari sifat Nabi, tapi juga karena Nabi saja tidak dapat menentukan sendiri tentang mukjizat, apakah diturunkan atau tidak. Dan yang terpenting adalah bahwa sebenarnya mukjizat bukanlah tujuan hidup, melainkan bagaimana mendapatkan keridloanNYA.  

Mukjizat [dalam pengertian yang lazim digunakan] hanyalah salah satu cara Tuhan mengajak komunikasi kepada manusia. Komunikasi dalam bentuk pengajaran, atau pertolongan, atau pemberian kemampuan, atau yang lainnya. Sedangkan wahyu [yang diturunkan kepada Nabi] juga bentuk komunikasi Tuhan yang lainnya. Karenanya, tepatlah apabila wahyu disejajarkan sebagai mukjizat juga, atau bahkan menganggap wahyu lebih tinggi dari mukjizat, karena komunikasi Tuhan kepada manusia dalam wahyu itu berlangsung terus menerus. 

Al Quran pada saat turun satu per satu ayatnya pun sebenarnya adalah sesuatu yang adikodrati, hanya saja itu berlaku terbatas pada diri Nabi dan kadang di sekelilingnya juga. Misalnya, tubuh Nabi tiba-tiba bertambah berat pada saat menerima wahyu sehingga unta yang membawa Nabi sampai-sampai tak kuat berdiri. Al Quran adalah cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia, yang dibukukan dan terus menerus hadir di kalangan manusia.

---

Mukjizat tidaklah berada dalam kaidah hukum benar-salah yang biasa dikenal dan dipelajari oleh manusia (sebut saja hukum alam utama), tetapi ia masih berada dalam ranah perintah dari Tuhan. Mukijzat tidak menyalahi hukum alam utama, karena hukum alam utama itu tidaklah sesuatu yang absolut dan berdiri sendiri. Hukum alam utama pun juga sedang menjalankan perintahNYA. 

Dengan demikian, kebenaran sejati menjadi tergantung oleh Kehendak Tuhan. Sesuatu dikatakan benar sejati ketika selaras dengan cara materi dalam memenuhi kehendak Tuhannya. Dan tabiat materi adalah selalu tunduk kepada kehendakNYA. Maka ketika Tuhan tidak merubah ketentuan yang terdahulu terhadap alam, maka selamanya alam dengan segenap materinya akan selalu mengikuti ketentuan terdahulu tanpa berselang satu detik pun. Konsistensi alam yang selalu tunduk itu kemudian diamati oleh manusia dan ditemukanlah berbagai rumusan ilmu pengetahuan. Dari pengamatan itulah berkembang menjadi cara-cara “memanipulasi” sehingga bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia.

---

Tunduk kepada perintah Tuhan adalah kebaikan, sehingga materi sejatinya selalu dalam kebaikan. Dan materi juga selalu dalam kebenaran, dengan pengertian bahwa cara berperilakunya itu dijadikan acuan bagi manusia dalam berinteraksi di alam itu. 

Maka satu-satunya hukum Tuhan yang berlaku di alam ini adalah hukum baik-buruk. Yang dinamakan kebaikan adalah menjalankan perintah Tuhan, yang dinamakan keburukan adalah meninggalkan perintah Tuhan. Kebaikan berakibat kebaikan, dan keburukan berakibat keburukan. 

Sedangkan posisi hukum benar-salah adalah mengacu kepada bagaimana cara materi dalam melaksanakan kebaikan. Ini mengandung pelajaran, bahwa manusia hendaknya selalu memperjuangkan dirinya agar selalu dalam kebaikan sekaligus kebenaran. Kebaikan untuk pertanggungjawaban kepada Tuhan, kebenaran untuk mencapai interaksi yang harmonis dengan alam.

Demikianlah sebatas pemikiran personal yang terbatas. 

[mungkin] bersambung.

Wallahu a’lam.