Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Saturday, December 1, 2012

Tentang Mukjizat : menelusur di antara Baik dan Benar (bagian 2)

Hampir tak terpikirkan lagi di benak sebagian besar kita bahwa di zaman sekarang ini akan ada lagi suatu pertunjukan mukjizat dari Tuhan secara terang-terangan berjalan di luar hukum alam yang utama, yaitu munculnya mukjizat demi tegaknya hukum baik-buruk secara gamblang. Akan tetapi hukum sebab akibat yang menyangkut baik-buruk harus diyakini tetap berlaku hingga kini, yang mana seringkali terbuktikan dengan jelas di sekitar kita bahwa keburukan berdampak keburukan, kebaikan berdampak kebaikan, entah cepat atau lambat. Kadang terwujudnya hal tersebut seperti semacam keajaiban bagi sebagian orang meskipun sebagian yang lain mengatakan sebagai kebetulan semata. (Tulisan ini mencoba memahami hukum baik-buruk sebagai suatu kepastian, bukan suatu kebetulan)

Lantas, bagaimanakah hukum baik-buruk itu bekerja (sedangkan mukjizat sudah tak lagi ada)?
Hukum baik-buruk sangat berbeda dengan hukum benar-salah. Hukum sebab akibat yang terjadi pada ranah benar-salah memungkinkan untuk dipelajari mekanismenya, di mana telah mencetuskan banyak bidang ilmu sains dan sosial walaupun sifatnya terbatas. Dengan mengetahui mekanisme sebab akibat yang menyangkut benar-salah itu, manusia bisa untuk sekedar memperkirakan atau bahkan menghitung hasil akhir secara akurat dari sesuatu yang dia analisa.

Namun, terkait hukum sebab akibat yang menyangkut baik buruk, sepertinya terlalu sulit untuk menelusuri mekanismenya. Dan sebagaimana telah disinggung pada artikel sebelumnya (dan sejauh ini tidak ada koreksi), hukum baik-buruk tidaklah tegak berdiri sendiri di alam raya ini, melainkan bersumber langsung dari Yang Maha Hidup, yaitu Tuhan. Artinya bahwa akibat yang baik maupun yang buruk adalah terjadi atas perintahNYA, bukan terjadi secara otomatis di level empiris.

Bagaimanakah turunnya perintah Tuhan itu sedangkan semuanya seolah berjalan secara otomatis mengikuti hukum alam? Menurut penulis setidaknya masih ada beberapa tempat di dunia yang memungkinkan bagi turunnya perintah Tuhan, yaitu :
  • Pada kesadaran tertinggi manusia, sebagaimana perintah-perintahNYA tertuang secara verbal dalam Kitab Suci.

  • Pada kesadaran umum manusia, berupa pembelokan atau pembatalan atau pemunculan niat/ kehendak diri dalam membaca keadaan.

  • Pada alam bawah sadar manusia, termasuk juga pada alam mimpi.

  • Pada kesadaran hewani, yang terjadi pada segala spesies.

  • Pada alam setelah kesadaran di dunia (kematian).
Kesemua wilayah di atas menurut penulis adalah wilayah “halus” yang ada di luar ranah empiris, di mana energi Ilahiah dapat diterima secara sukarela maupun terpaksa dalam pengambilan keputusan-keputusan tindakan.

Sebuah ilustrasi untuk uraian di atas adalah sbb:
Seorang anak kecil yang diselamatkan Tuhan dari kecelakaan mobil, tidaklah dengan cara memberinya ilmu kebal kepada si anak itu, akan tetapi Tuhan akan memerintahkan kepada otak pengemudi mobil untuk segera mengambil keputusan bergerak cepat menghindari si anak.


Namun, Apakah Kebaikan itu?
Kebaikan yang paling pertama dan utama bagi manusia adalah menyadari keberadaan dirinya sebagai obyek yang ter-ada-kan di muka bumi, diri dan tubuhnya. Kesadaran yang menyiratkan kepercayaan (keimanan) dari obyek (makhluk) kepada Subyek (Tuhan). Keimanan adalah kebaikan yang menjadi landasan bagi kebaikan yang lain. Sehinggu seperti itulah konstruksi kebaikan-kebaikan yang benar, karena apapun kebaikan hanya bisa terjadi setelah keber-ada-annya. Keber-ada-an tidak dapat dinafikan selamanya.
Selain itu, dikarenakan akibat dari suatu kebaikan/ keburukan adalah muncul atas perintahNYA, maka keimanan tentunya juga menjadi syarat wajib dari rangkaian sebab akibat pada baik-buruk. Tuhanlah yang melakukan perhitungan tersendiri dalam menentukan akibat-akibat dari kebaikan atau keburukan. Sehingga apabila keimanan tidak ada, berarti menafikan Tuhan, maka tak ada perhitungan atas kebaikan-keburukan yang lain. Yang ada hanyalah “keburukan” atas ketidak-imanan.

Bisa dikatakan bahwa kebaikan yang berada di luar landasan keimanan adalah kebaikan yang tidak sah, meskipun kebaikan itu baik bagi sesama. Di sini hukum baik-buruk tidak berlaku lagi, namun demikian hukum benar-salah selalu berlaku bagi semua makhluk termasuk yang tidak beriman. Di antara hukum benar salah itu adalah siapa yang bekerja keras dan bersungguh-sungguh, maka akan memperoleh hasilnya.
Kebaikan yang berada di landasan iman, adalah perwujudan dari rasa syukur (juga kecintaan) kepada Tuhan, yang sebagian besar terwujudkan dengan pengorbanan-pengorbanan, dan juga terwujudkan dalam bentuk kesabaran-kesabaran karena prasangka yang baik kepadaNYA.
.

Sifat Kebaikan

Sifat kebaikan, adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan keyakinan atas kepercayaan kepada Tuhan. Keyakinan kepada Tuhan adalah kenikmatan batiniah, yaitu kenikmatan tertinggi, yang secara lahiriah terentang di antara kesengsaraan dan kenikmatan. Pada titik tertinggi, keyakinan dalam keimanan mungkin bagaikan me-rasa-kan kehadiran DzatNYA, yang mampu mengabaikan rasa terhadap zat-zat makhluk. Itulah yang mungkin dipraktekkan oleh para Nabi sehingga memiliki kesabaran diri yang luar biasa terhadap berbagai kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi.

Akan tetapi, apa yang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Penyayang (melalui agama) adalah kebaikan yang sekaligus kebenaran, agar manusia mendapatkan kenikmatan yang menyeluruh, yaitu kenikmatan batiniah yang diikuti kenikmatan lahiriah. Pada kenyataannya banyak manusia beriman yang menginginkan kenikmatan lahiriah juga, sebagaimana sering terlantunkan dalam doa-doa yang dipanjatkan kepadaNYA. Namun tak jarang juga ada sebagian kaum beriman yang memilih keadaan lahiriah yang minimal bahkan menyengsarakan sebagai pilihannya sendiri demi kecintaannya kepada Tuhan. Banyak kisah-kisah mengharukan dimana pengorbanan jiwa dilakukan atas dasar keyakinan yang besar kepadaNYA.

Wallahu a’lam

Wednesday, November 28, 2012

Kisah tentang Keadilan Tuhan

Suatu saat Nabi Musa a.s. bermunajat kepada Allah di bukit Thursina. Di antara munajat yang dilantunkannya adalah, “Ya Allah, tunjukkanlah keadilan-Mu kepadaku!” Allah berkata kepadanya, “Jika saya menampakkan keadilan-Ku kepadamu, engkau tidak akan dapat sabar dan tergesa-gesa menyalahkan-Ku.”

“Dengan taufik-Mu, “kata Musa a.s., “aku akan dapat bersabar menerima dan menyaksikan keadilan engkau". Kemudian Allah berkata "Pergialah ke mata air anu! Bersembunyilah engkau di dekatnya dan saksikan apa yang akan terjadi.!”.

Musa pergi ke mata air yang ditunjukkan kepadanya. Dia naik ke atas sebuah bukit dan bersembunyi . tidak lama kemudian datanglah seorang penunggang kuda. Dia turun dari kudanya, lalu wudhu, dan meminum air. Setelah itu dia shalat dan meletakkan sebuah kantong di pinggirnya yang berisi uang seribu dinar.

Setelah selesai melakukan shalat, penunggang kuda tadi bergegas pergi dan sangat terburu-buru sehingga dia lupa terhadap kantongnya. Tidak lama kemudian datang seorang anak kecil untuk meminum air dari mata air itu. Ia melihat ada sebuah kantong lalu mengambilnya dan langsung pergi.

Setelah anak kecil pergi, datang seorang kakek yang buta. Ia mengambil air untuk di minum lalu wudhu dan shalat. Setelah si kakek selesai melakukan shalat, dating penunggang kuda yang ketinggalan kantongnya itu. Dia menemukan kakek buta itu sedang berdiri dan akan segera beranjak dari tempatnya. Si penunggang kuda bertanya, “Kamu pasti mengambil kantongku yang berisi uang disini.” Betapa kagetnya si kakek buta itu. Ia berkata, “Bagaimana saya dapat mengambil kantongmu sementara mataku tidak dapat melihat?” Penunggang kuda itu berkata, “Kamu jangan berdusta! Sebab, tidak ada orang lain selain kamu” Si kakek buta berkata, “Betul, saya berada disini sendirian. Namun, kamukan tahu mataku tidak dapat melihat.” Si penunggang kuda berkata, “Mengambil kantong itu tidak harus dengan mata, dungu! Tetapi dengan tangan! Walaupun mata kamu tidak melotot, tanganmu tetap dapat digunakan.

Akhirnya , si kakek buta itu dibunuh oleh penunggang kuda. Setelah si kakek buta dibunuh, Ia menggeledahnya untuk menemukan kantongnya. Namun, ia tidak menemukannya. Maka, ia pergi meninggalkan mayat kakek buta tersebut.

Ketika Musa a.s. melihat kejadian tersebut, dia berkata, “Ya Tuhan, sungguh saya tidak sabar atas kejadian itu. Namun, saya yakin Engkau sangat adil. Kenapa kejadian mengenaskan itu bisa terjadi?”

Tidak lama kemudian datanglah malaikat Jibril dan berkata, “Allah memerintahkan kepadaku agar menyampaikan penjelasan-Nya kepadamu. Dia menyebutkan bahwa diri-Nya sangat mengetahui hal-hal gaib yang tidak engkau ketahui. Dia menyebutkan bahwa anak kecil yang mengambil kantong adalah mengambil haknya. Dulu, ayahnya pernah bekerja di si penunggang kuda itu namun ia tidak bayar secara zalim. Jumlah yang harus dibayarkan kepada ayah anak itu adalah sejumlah uang yang ada dalam kantong itu. Adapun kakek buta adalah yang membunuh ayah anak kecil itu sebelum mengalami kebutaan.”

Sumber : Buku : "Menggapai Hikmah dari Kisah"  (Kumpulan Kisah dari Buku Imam Al - Ghazali), pengumpul : Isyan Basya, Hasyimi, Januari 2005.

sumber langsung : http://heirspage.blogspot.com/2012/06/kisah-tentang-ke-maha-adil-tuhan.html

Tuesday, November 27, 2012

Tentang Arti Hidup

Seorang pria mendatangi Master, "Guru, saya bosan hidup. Rumah tangga berantakan. Usaha kacau. Saya ingin mati."

Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit. Dan penyakitmu pasti bisa sembuh."

"Tidak Guru, tidak. Saya tidak ingin hidup," tolak pria itu.

"Baiklah. Ambil racun ini. Minum setengah botol malam ini, sisanya besok sore jam 6. dan jam 8 malam kau akan mati dgn tenang."

Pria itu bingung. Setiap Master yang ia datangi selalu memberikannya semangat hidup. Tapi yang ini malah menawarkan racun.

Sampai rumah, ia minum setengah botol racun. Ia memutuskan makan malam dgn keluarga di restoran Jepang yg sudah lama tak pernah ia lakukan. Utk meninggalkan kenangan manis, ia pun bersenda gurau dgn riang. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu."

Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar & melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda utk jalan pagi.

Pulang ke rumah, istrinya masih tidur. Ia pun membuat 2 cangkir kopi. Satu utk dirinya, satu utk istrinya.

Istrinya merasa aneh, "Sayang, apa yg terjadi? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku ya?"

Di kantor, ia menyapa setiap orang. Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?". Ia menjadi lebih toleran, apresiatif terhadap pendapat berbeda. Ia mulai menikmatinya.

Pulang jam 5 sore, ternyata istrinya menungguinya. Sang istri menciumnya, "Sayang, sekali lagi mohon maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkanmu." Anak-anak pun berani bermanjaan kembali padanya.

Tiba-tiba, ia merasa hidup itu begitu indah. Ia mengurungkan niatnya utk bunuh diri. Tetapi bagaimana dgn racun yg sudah ia minum?

Bergegas ia mendatangi sang Master, "Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Bila kau hidup dgn KESADARAN bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu. Bersyukurlah!! Itulah rahasia kehidupan.. Itulah kunci kebahagiaan, jalan menuju ketenangan."


Friday, November 23, 2012

Tentang Mukjizat : menelusur di antara Baik dan Benar (bagian 1)




Mukjizat adalah kehendak Tuhan dengan tujuan umumnya adalah sebagai tanda-tanda kekuasaanNYA bagi manusia. Namun, tujuan kontekstual dari mukjizat tak bisa dirumuskan. Kita lihat bagaimana karakteristik tujuan kontekstual dari mukjizat yang diturunkan kepada para Nabi di dunia :

  • Suatu ketika menolong, suatu ketika memberi pelajaran.
  • Suatu ketika mengalahkan, suatu ketika menimbulkan ketakjuban,
  • Suatu ketika mengabulkan doa, suatu ketika menjawab tantangan,
  • Suatu ketika menyempurnakan ketetapanNYA, suatu ketika melekatkan kemampuan tertentu yang dikehendakiNYA.


Maksud di atas adalah bahwa Nabi tidak berdaya untuk memilih mukjizat itu, sepenuhnya mukijzat turun karena mengikuti kehendakNYA. Kondisi ekstrimnya adalah bahwa pada kenyataannya ada Nabi yang tertolong nyawanya dengan mukjizat, namun ada juga Nabi yang terbunuh.
(Catatan: Terkait Nabi yang terbunuh itu secara ghaib diterangkan oleh Tuhan setelahnya, bahwa Nabi yang terbunuh itu sebenarnya dalam keadaan tersejahterakan di alam yang lain, meskipun secara pandangan manusia di dunia tidak terjadi mukjizat yang menolongnya. )

Maka berdasar kondisi tersebut, tidak tepat kalau di dunia ini kita terlalu mengharapkan mukjizat dalam pengertian munculnya suatu kejadian yang adikodrati. Bukan saja karena kita sangat jauh dari sifat Nabi, tapi juga karena Nabi saja tidak dapat menentukan sendiri tentang mukjizat, apakah diturunkan atau tidak. Dan yang terpenting adalah bahwa sebenarnya mukjizat bukanlah tujuan hidup, melainkan bagaimana mendapatkan keridloanNYA.  

Mukjizat [dalam pengertian yang lazim digunakan] hanyalah salah satu cara Tuhan mengajak komunikasi kepada manusia. Komunikasi dalam bentuk pengajaran, atau pertolongan, atau pemberian kemampuan, atau yang lainnya. Sedangkan wahyu [yang diturunkan kepada Nabi] juga bentuk komunikasi Tuhan yang lainnya. Karenanya, tepatlah apabila wahyu disejajarkan sebagai mukjizat juga, atau bahkan menganggap wahyu lebih tinggi dari mukjizat, karena komunikasi Tuhan kepada manusia dalam wahyu itu berlangsung terus menerus. 

Al Quran pada saat turun satu per satu ayatnya pun sebenarnya adalah sesuatu yang adikodrati, hanya saja itu berlaku terbatas pada diri Nabi dan kadang di sekelilingnya juga. Misalnya, tubuh Nabi tiba-tiba bertambah berat pada saat menerima wahyu sehingga unta yang membawa Nabi sampai-sampai tak kuat berdiri. Al Quran adalah cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia, yang dibukukan dan terus menerus hadir di kalangan manusia.

---

Mukjizat tidaklah berada dalam kaidah hukum benar-salah yang biasa dikenal dan dipelajari oleh manusia (sebut saja hukum alam utama), tetapi ia masih berada dalam ranah perintah dari Tuhan. Mukijzat tidak menyalahi hukum alam utama, karena hukum alam utama itu tidaklah sesuatu yang absolut dan berdiri sendiri. Hukum alam utama pun juga sedang menjalankan perintahNYA. 

Dengan demikian, kebenaran sejati menjadi tergantung oleh Kehendak Tuhan. Sesuatu dikatakan benar sejati ketika selaras dengan cara materi dalam memenuhi kehendak Tuhannya. Dan tabiat materi adalah selalu tunduk kepada kehendakNYA. Maka ketika Tuhan tidak merubah ketentuan yang terdahulu terhadap alam, maka selamanya alam dengan segenap materinya akan selalu mengikuti ketentuan terdahulu tanpa berselang satu detik pun. Konsistensi alam yang selalu tunduk itu kemudian diamati oleh manusia dan ditemukanlah berbagai rumusan ilmu pengetahuan. Dari pengamatan itulah berkembang menjadi cara-cara “memanipulasi” sehingga bisa memberi manfaat bagi kehidupan manusia.

---

Tunduk kepada perintah Tuhan adalah kebaikan, sehingga materi sejatinya selalu dalam kebaikan. Dan materi juga selalu dalam kebenaran, dengan pengertian bahwa cara berperilakunya itu dijadikan acuan bagi manusia dalam berinteraksi di alam itu. 

Maka satu-satunya hukum Tuhan yang berlaku di alam ini adalah hukum baik-buruk. Yang dinamakan kebaikan adalah menjalankan perintah Tuhan, yang dinamakan keburukan adalah meninggalkan perintah Tuhan. Kebaikan berakibat kebaikan, dan keburukan berakibat keburukan. 

Sedangkan posisi hukum benar-salah adalah mengacu kepada bagaimana cara materi dalam melaksanakan kebaikan. Ini mengandung pelajaran, bahwa manusia hendaknya selalu memperjuangkan dirinya agar selalu dalam kebaikan sekaligus kebenaran. Kebaikan untuk pertanggungjawaban kepada Tuhan, kebenaran untuk mencapai interaksi yang harmonis dengan alam.

Demikianlah sebatas pemikiran personal yang terbatas. 

[mungkin] bersambung.

Wallahu a’lam.

Sunday, October 28, 2012

Kehendak Tuhan dan "kehendak" Manusia

Apa yang dinamakan kehendak manusia adalah suatu akibat dari sebab. Sebagai contoh, kehendak seseorang untuk menolong orang lain didasari oleh satu atau beberapa sebab :
  • Harapan untuk mendapatkan pertolongan balik dari orang yang ditolong pada waktu mendatang,

  • Harapan untuk mendapatkan simpati atau nama baik dari pihak ketiga,

  • Kebutuhan mengobati rasa sakit hati alamiah (naluri) akibat menyaksikan penderitaan orang lain,

  • Mengharap kasih sayang atau pertolongan dari Tuhan,

  • Dan lain-lain.
Sebab-sebab di atas adalah wujud kebutuhan diri manusia, sehingga dapat di-skema-kan sebagai berikut :
Kebutuhan >> Diri >> Kehendak.
Apabila tidak ada kebutuhan, maka tidak akan ada kehendak. Jadi kehendak manusia pada dasarnya bukanlah berasal murni dari dirinya sendiri. Kehendak manusia bukanlah wujud kreatifitas yang murni dari diri. Kalau toh ada kreatifitas, maka itu hanya berupa “pemilihan kehendak”, yang mana masih terikat dengan kebutuhan dirinya.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa kehendak manusia bukanlah kehendak sejati. Kehendak bebas manusia, bukanlah kehendak bebas yang sejati.
.
Kehendak Tuhan
Kehendak manusia berbeda dengan Kehendak Tuhan. Tuhan dalam berkehendak tidak untuk memenuhi kebutuhanNYA :
  • KehendakNYA di awali dengan penetapan Tuhan atas diriNYA sifat kasih sayang. Penetapan ini bukan karena kebutuhan, tetapi wujud kesempurnaan, kemandirian, dan kebebasan sejatiNYA.
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al An’am:54)
.
  • Untuk mencurahkan kasih sayangNYA, DIA berkehendak menciptakan diri-diri manusia yang diberikan kasih sayang itu.
  • Untuk mendukung diri manusia, DIA berkehendak menciptakan bumi yang di dalamnya terkandung berbagai rahmatNYA.
  • Untuk mendukung bumi, DIA berkehendak menciptakan langit dan apa yang ada di antara bumi dan langit.
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Baqarah:29)
*Note: Urutan yang seperti di atas adalah suatu bentuk rumusan tujuan penciptaan, yang diwujudkan dengan urutan terbalik, sebagaimana logika manusia mengatakan bahwa bumi tercipta sebelum manusia ada.
.
  • Keseluruhan kehendak mencipta alam ini (dunia) kelak diiringi dengan kehendakNYA mengganti alam ini dengan alam yang lain (akhirat). Sehingga alam yang sekarang ini berada dalam suatu rentang waktu tertentu yang telah dikehendakiNYA sendiri. Dan dengan terwujudnya alam akhirat, maka manusia sebagai makhluk akan mencapai kesempurnaan atas kasih sayangNYA.

(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. (Ibrahim:48)
.
  • KehendakNYA terhadap keadaan yang terjadi di alam juga bukan karena kebutuhanNya, tetapi atas dasar kehendakNYA juga yang telah menetapkan hukum alam yang penuh dengan rahmatNYA. KehendakNYA di alam adalah menjaga keseimbangan alam sampai saatnya diganti dengan alam akhirat.
***
Di antara kehendak Tuhan adalah mewujudkan keadaan baik maupun buruk bagi manusia dikarenakan apa yang dilakukan oleh diri manusia itu sendiri :
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah:261)
Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (Ali Imran:176)
.
Tuhan tidak memberi kebaikan kepada manusia tertentu, disebabkan manusia tersebut memang menutup diri terhadap kebaikan. (note: kafir = menutup diri). Hal ini adalah sebab akibat yang wajar, sehingga bukan keinginan pribadi Tuhan atas keburukan yang akan menimpa seorang manusia.

Itulah ayat-ayat Allah. Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya. (Ali Imran:108)
***
Selain itu, dalam mewujudkan kehendak, Tuhan sedikitpun tidak mengalami konsekuensi maupun kepayahan.

Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia. (Ali Imran:47)

Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan. (Qaaf:38)
***
Kehendak Tuhan juga terbebas dari keinginan manusia. Kehendak Tuhan hanya didasari oleh hukum yang Tuhan buat sendiri, yaitu hukum alam yang teliti dan tidak memihak (berkeadilan).

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah:261)
.
Sehingga kehendak manusia hanya akan menjadi kehendak Tuhan manakala kehendak manusia berkesesuaian dengan hukum yang Tuhan ciptakan. Apabila kehendak manusia tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, maka kehendak manusia akan mengalami kegagalan.

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (Al Baqarah:186)
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (At Taubah:32)
***
Demikianlah sebatas pemahaman penulis tentang apa yang dinamakan Kehendak Manusia dan Kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan ini juga identik dengan Kasih Sayang Tuhan, identik dengan Cinta Tuhan yang orientasinya selalu tentang keadaan makhlukNYA, bukan untuk kepentingan Tuhan pribadi. Bebasnya kepentingan pribadi Tuhan tersirat dengan tidak ditemukannya satu ayat pun yang menyebutkan Tuhan bersedih, Tuhan gembira, Tuhan kecewa, Tuhan takut, dan keadaan-keadaan internal Tuhan yang menandakan kelemahan. Sebaliknya, telah sangat jelas difirmankan :

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al Ikhlash:2)

Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (Faathir:15)
***
Semua kesalahan adalah dari penulis. (astaghfirullohal’adziim)
Wallohu a’lam

Logika dan Laku

Kerangka logika sebesar dan sehebat apapun, apabila salah satu element kecil dasarnya ada yang gugur, maka otomatis keseluruhan bangunan logika di atasnya akan runtuh. Tetapi kadang kita malu mengakui, enggan untuk jujur, atau pura-pura tidak tahu apabila di salah satu dasar logika ternyata mengandung kecacatan.

Manusia memang sulit untuk bebas dari keinginan dan kepentingan. Seseorang yang dirinya cerdas dan sudah merasa berpikir logis, belum tentu jalur pikirannya benar-benar logis, karena bisa jadi ada faktor kepentingan yang mempengaruhi jalan pikirannya. Untuk itulah diperlukan alat bantu berupa angka-angka (perhitungan) atau obyek nyata untuk membuktikan kelogisan berpikirnya.

Bagaimana apabila kesulitan dalam melakukan perhitungan atau percobaan-percobaan?

Maka perlu dilakukan pengikisan keinginan, yaitu dengan LAKU. Misalnya dengan menekan hasrat makan di luar kebutuhan, hasrat seksual di luar keperluan, hasrat malas, hasrat terkenal, hasrat gengsi, hasrat kekayaan, hasrat sombong, hasrat kepuasan, dll. Dengan laku, akan lebih teranglah alam pikiran, lebih jujur, lebih adil, meskipun mungkin belum mencapai puncaknya.

Keterkaitan antara kondisi keinginan dengan alam pemikiran ini sangat erat, bisa dibuktikan bahwa kadang kala pola pikir personal mengalami perubahan tergantung suasana hati, tergantung keadaan yang melingkupi. Berpikir saat sehat, senang dan kenyang kadang berbeda dengan saat sakit dan sengsara.

Teknologi yang diakui dunia dan mampu membawa manfaat bagi manusia tidak terlepas dari serangkaian perhitungan dan uji coba yang serius. Sedangkan pengetahuan spiritual besar dunia tidak terlepas dari laku hidup yang cenderung bebas ego dari tokohnya. Para tokoh besar dunia adalah orang-orang yang telah nyata perjuangannya lahir dan batin.

Jadi, bagi kita yang konon memperjuangkan kebenaran, atau yang mencari pencerahan, atau yang belajar menemukan kebenaran, atau yang bahkan menyanggah perkataan tokoh besar yang dihormati, sangat penting bagi kita untuk berkaca, seperti apakah pribadi kita, seberapa besarkah ego kita. Karena suatu kemustahilan untuk menemukan kerangka pikir baru yang lebih benar apabila dirinya sendiri terbukti masih sering memperturutkan keinginannya.

Wallohu a’lam

Sepeda, Helicopter, dan Keselamatan


Ini benar-benar fiktif.

Alkisah ada seorang wanita bernama nona X.
 Kala itu dia sedang sendirian berada di lereng sebuah gunung Y.

Tak penting bagaimana asal muasalnya, ternyata di dekatnya ada sepeda kayuh, sepeda motor, mobil, dan Helicopter. Semuanya dalam keadaan siap jalan dan boleh dia bawa sesukanya.
Nona X sendiri bisanya hanya naik sepeda kayuh dan sepeda motor saja.
Tiba-tiba puncak gunung menyemburkan lumpur panas, bergerak ke arah nona X.
Maka dia harus segera menjauh dari puncak untuk menyelamatkan diri.
Maka apakah yang akan dilakukan nona X, apakah dia akan lari saja, atau menggunakan salah satu kendaraan di dekatnya?
…..
…..
…..
…..
Ya, tentunya dia akan memilih sepeda motor, karena itulah yang paling bisa dia andalkan untuk selamat dari bahaya lumpur panas. Itulah yang paling benar pada saat itu.
…..
Dia tak akan lari atau menggunakan sepeda kayuh, karena naik sepeda motor tentu bisa lebih cepat jalannya.
Dia salah kalau hendak memakai mobil karena dia tak bisa memakainya.
Dia salah kalau hendak menggunakan helicopter karena tak bisa mengoperasionalkannya, meskipun helicopter itu paling hebat.
Kenapa salah? Karena apabila dia memaksa memakai mobil atau helicopter, dia akan mengalami kebingungan dan lumpur akan bisa merenggut keselamatannya.
……
Maka bayangkanlah bahwa :
>>>kemampuan naik sepeda motor adalah kemampuan pemahaman terbaik yang saat ini kita miliki.
>>>Sepeda kayuh, sepeda motor, mobil dan helicopter adalah berbagai tingkatan pemahaman yang ada di masyarakat.
……
Sehingga boleh disimpulkan bahwa pada saat tertentu cara keselamatan yang benar bagi A belum tentu benar bagi B.
Karena tingkat pemahaman manusia berbeda-beda.
……
Seseorang tidak bisa menyalahkan yang lain hanya karena berbeda kemampuan pemahaman. Dan tidak tepat apabila mengajarkan sang bayi berlari, sedangkan duduk saja sang bayi belum mampu. Pengajaran terbaik adalah pengajaran yang mampu dijangkau dengan usaha terbaik yang diajar.
Yang terbaik adalah terus belajar dengan sebenar-benarnya niatan untuk memperbaiki diri.
……
Sekian.
Wallohu a’lam

Wahyu dan Pengetahuan Manusia



Jelas bahwa manusia terbatas. Keterbatasan yang berlapis-lapis.

Dengan berbagai usaha yang telah dilakukan, sebenarnya pengetahuan komunitas manusia semakin bertambah dari masa ke masa. Namun masih banyak sekali pertanyaan yang belum ditemukan jawabannya, karena banyaknya obyek pengkajian yang relatif masih tersembunyi. Tersembunyi karena terlalu dekat, atau terlalu jauh, atau terlalu kecil, atau terlalu besar, atau terlalu lemah, atau terlalu kuat, atau terlalu kompleks, atau keadaan ekstrim lain yang belum mampu dijangkau oleh indera maupun alat bantu.

Oleh karenanya, di semua bidang ilmu manusia terus menerus melakukan penelitian dan pencarian. Dunia sampai hari ini masih membutuhkan jutaan ilmuan untuk mengeksplorasi bumi, langit, alam psikologis, alam medis, alam sosial, dan berbagai hal lainnya yang bisa dijangkau melalui bukti-bukti nyata (fakta) sebagai landasan yang kokoh.

Sementara itu, di tingkatan personal, otak seorang manusia memiliki keterbatasan dalam memahami semua pengetahuan yang sudah diakui keabsahannya oleh komunitas dunia. Sehingga lebih sedikit lagi pengetahuan yang dapat dimengerti oleh seorang manusia, tergantung kemampuan dan pengalaman yang dimiliki.

Dan, ketika masuk ke hal yang lebih praktis, maka makin sedikit lagi pengetahuan yang dapat dipakai seorang manusia dalam menentukan setiap langkahnya, tergantung kapasitas memori berjalan yang ia miliki dalam menganalisa.

Sehingga, menegaskan apa yang sudah ditulis di awal, manusia selalu berada dalam keterbatasan yang amat sangat di alam yang teratur ini. Manusia selalu berada antara pengetahuan yang sedikit dan semesta pengetahuan yang tak diketahui ujungnya.


Kebutuhan akan Keselamatan

Di saat berada dalam posisi antara pengetahuan yang diketahui dan yang tak diketahui, manusia menghadapi berbagai keadaan. Maka, akibat dari apa yang tidak diketahui adalah munculnya kejadian yang dapat membahayakan jiwa dan ketentraman hidupnya. Berbagai kejadian yang membahayakan adalah bukti dari keterbatasan pengetahuan manusia baik secara komunitas maupun secara personal. Kejadian yang membahayakan itu bisa terjadi akibat satu atau beberapa hal sekaligus :
- keterbatasan pengetahuan manusia dalam melibatkan semua variabel yang halus maupun yang besar dalam menentukan langkah yang benar, sehingga berakibat kesalahan dan kemudian mendatangkan bahaya
- keterbatasan pengetahuan manusia dalam mendeteksi saat dan dari arah mana datangnya bahaya,
- keterbatasan pengetahuan manusia dalam menanggulangi atau menghindari kekuatan bahaya yang datang,

Dari kondisi keterbatasan yang dihadapi manusia, maka Tuhan Yang Maha Tahu menghadirkan Wahyu sebagai sisi pengetahuan lain yang melengkapi pengetahuan yang telah dicapai manusia. Dengan sempurnanya pengetahuan, maka hal itu akan menjamin kehidupan yang selalu berada dalam keselamatan, karena manusia akan bertindak sesuai dengan hukum absolut yang berlaku pada himpunan semesta.

Tentang Wahyu yang ditujukan untuk "melengkapi" pengetahuan yang telah manusia capai, maka hal ini selaras dengan sifat Tuhan yang mandiri dalam kehendakNYA, bahwa setiap kehendakNYA tidak mungkin bertentangan dengan kehendakNYA yang lain. Tuhan telah berkehendak menganugerahkan tubuh dan akal kepada manusia sejak awalnya, maka Tuhan tidak mungkin menafikan hasil usaha akal dan tubuh yang dilakukan secara benar.

Segala sesuatu yang sudah manusia akui sebagai pengetahuan yang benar karena didukung bukti-bukti yang meyakinkan dan konsisten, maka Tuhan tidak akan menyanggahnya. Karena itu adalah juga kehendakNYA.


Eksistensi Wahyu

Wahyu diturunkan kepada komunitas dunia secara berkali-kali melalui para Nabi (baik Nabi yang disebutkan dalam Al Quran maupun yang tidak), sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Semua Nabi sama, tidak ada pembedaan. Tuhan pun hanya satu, yang sama sejak dulu hingga sekarang. Tetapi kenapa wahyu diturunkan ke masing-masing Nabi seakan berbeda ? Apakah Tuhan tidak mampu menurunkan pelajaran yang sama yang bisa berlaku kepada seluruh manusia di segala jaman?

Jawabnya adalah Tuhan pasti bisa. Tuhan bisa menurunkan satu pelajaran yang berlaku selamanya, yaitu :
Pokok keimanan, yang di dalamnya terdapat pengetahuan paling utama bahwa Tidak Ada Tuhan Selain Allah. Itulah Kalimat Tauhid sebagai pelajaran abadi bagi manusia, sejak Nabi Adam hingga sekarang, yang menurut penulis bisa diartikan sebagai berikut :
- Tak ada fakta abadi tentang yang paling dahsyat dari semua fakta yang mampu diketahui manusia,
- tak ada fakta abadi tentang yang paling mampu menyelamatkan dari semua fakta yang mampu diketahui manusia,
- tak ada fakta abadi tentang yang paling indah dari semua fakta yang mampu diketahui manusia,
- tak ada fakta abadi tentang yang paling besar dari semua fakta yang mampu diketahui manusia,
- tak ada fakta abadi tentang yang paling halus dari semua fakta yang mampu diketahui manusia,
- tak ada fakta abadi tentang apapun ‘yang paling’, kecuali Fakta Yang Maha yang tak akan mampu diketahui di dunia ini.

Pokok keimanan di samping (1) Kalimat Tauhid adalah pengetahuan tentang eksistensi (2) penjagaan sistem semesta (Malaikat), eksistensi (3) wahyu pengetahuan (Kitab Suci) yang diantarkan (4) para Nabi kepada manusia lain, pengetahuan tentang eksistensi (5) alam tujuan dan keabadian (Akhirat), serta pengetahuan tentang eksistensi (6) berbagai ketetapan Tuhan (Qadla dan Qodar).

Di luar pokok keimanan itu, wahyu yang turun berkembang mengikuti sejarah manusia. Berkembang mengikuti kemajuan pengetahuan manusia berbasis bukti (empiris). Berkembang mengikuti keragaman struktur masyarakat. Berkembang mengikuti keragaman aktivitas. Berkembang mengikuti kemajuan teknologi. Berkembang mengikuti kemajuan mengolah alam. Dan keragaman-keragaman lainnya.
Keseluruhan wahyu mengawal manusia sebagai makhluk yang mengembangkan dirinya, karena dalam pengembangan diri terdapat potensi baik dan buruk (masalah). Maka wahyu akan menjaga potensi baik sebagai rahmatNYA, dan mengatasi potensi buruk (masalah).

Terkait tentang eksistensi wahyu dalam sejarah manusia, terdapat keselarasan kuat antara ajaran Nabi Muhammad dengan ajaran Nabi Ibrahim. Apa yang diajarkan kepada Nabi Muhammad pada dasarnya adalah mengikuti wahyu yang diturunkan kepada Ibrahim. Kenapa tidak dikatakan Nabi Muhammad mengikuti Nabi Adam?

Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik". (Al An'am:161)
 
Hal ini menurut penulis adalah karena peradaban dan struktur masyarakat pada masa Nabi Muhammad dan sesudahnya memiliki kesamaan dengan peradaban dan struktur masyarakat pada masa Nabi Ibrahim, di mana pada masa Nabi Ibrahim sudah terdapat komunitas masyarakat yang besar dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Raja Namrudz. Selain itu, Nabi Ibrahim dikabarkan aktif menggunakan daya nalarnya dalam bersosialisasi dan menegakkan keimanan kepada Tuhan. Sikap Nabi Ibrahim ini menunjukkan telah berkembangnya nalar manusia secara lebih jauh sejak Tuhan mengajarkan kepada Nabi Adam tentang nama-nama benda.

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (Al Baqarah:31)

Maka dengan kondisi masyarakat yang kompleks, diturunkanlah Wahyu (pengetahuan dari Tuhan) yang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang pasti juga kompleks menyangkut keselamatan manusianya. Di mana terdapat masalah yang tak dapat diselesaikan dengan pengetahuan empiris , di situlah Wahyu memberikan pengetahuan dan pemecahan.

Selamanya Tuhan menurunkan Wahyu untuk membawa solusi bagi keselamatan manusia. Akan tetapi sebagaimana telah disampaikan tentang kehendakNYA yang menganugerahkan tubuh dan akal kepada manusia, maka Wahyu tidak akan menyelesaikan masalah manusia manakala tidak diiringi dengan penggunaan tubuh dan akal secara seharusnya. Tubuh harus bergerak dan akal harus berfikir realistis untuk mencapai kemanfaatan yang didasarkan pada pengetahuan empiris, selanjutnya akal yang didukung dengan keimanan akan mengkaji Wahyu dan melaksanakan dengan sesempurnanya.

Dengan demikian, sesungguhnya diperlukan dialog yang terus menerus antara pengetahuan empiris dan pengetahuan Wahyu agar kehidupan manusia secara pribadi dan komunitas dapat berjalan sempurna sesuai kodratnya.

Wallohu a’lam

Thursday, October 4, 2012

Prinsip Dasar dalam Memahami Alam

Tentang Dualisme

Dualisme adalah sifat alam atau makhluk, sebagai manifestasi Nol. Ilustrasi :
Suatu roket sedang diam (0) di ruang tanpa gravitasi. Maka dia akan bergerak ke kanan (x) karena dorongan gas ke kiri (-x).
0 = (x) + (-x)
Istilah yang identik : aksi reaksi, sebab akibat, keseimbangan, keadilan, berpasang-pasangan.

“Dan Allah telah meninggikan langit dan DIA meletakkan neraca (keadilan).” (Ar Rahmaan: 7)
.
Laa ilaaha illalloh“. “Tiada tuhan selain Alloh”. Di mana frase “Tiada tuhan” bisa dibahasakan dengan Nol.
Qul huwallohu ahad” = “katakanlah: Alloh itu Satu”. *) katakanlah = bahasakanlah.
Maka makhluk dibanding Tuhan >> 0 / 1 >> 0. berserah diri adalah nilai dasar islam
Tuhan dibanding makhluk >> 1/0 >> tak terhingga
- - -

Relativitas Pengetahuan
Tak ada titik acuan di alam, karena yang mengadakan gerak adalah gerak juga.
Maka yang perlu dicapai akal (aktivitas mencari pengetahuan) bukanlah tentang titik acuan yg statis (karena itu tak ada), melainkan tentang gerakan massa.
Gerakan adalah perubahan, dan puncak dari perubahan adalah tentang kemanfaatan atau kemudlaratan.
- - -

‘Waktu’ ada karena ada ‘perubahan’.
‘Waktu’ ada karena Massa bertemu Energi.
‘Massa’ kalau hanya diam maka tidak penting.
‘Energi’ tak ada artinya, tanpa ada ‘massa’.
‘Waktu’ mendapat perhatian khusus dalam Al Quran >> “Demi Waktu”. Karena sebagai penanda apakah menjadi mudlarat atau manfaat bagi manusia.

Seterusnya Al Quran mengutamakan berpikir soal manfaat (hikmah), yaitu mengajarkan manusia agar mengambil sebanyak-banyaknya manfaat hidup (yaitu manfaat hidup terbaik) dari Al Quran dan dari alam.
- - -

Al Quran bukanlah pengajaran kepada tubuh, tetapi pengajaran kepada akal. Tubuh sendiri telah menerima pengajaran langsung dari Tuhan, yang berbentuk insting ( ilham ?). Kehendak Tuhan (pengajaran kepada akal) tidak mungkin menistakan kehendakNYA yang lain (pengajaran kepada tubuh).
Pengajaran kepada tubuh bisa dianalogikan dengan ayat yang menerangkan wahyu kepada lebah :

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (An Nahl: 68-69)

Maka segala penyebutan tentang alam di dalam Al Quran, selalu dalam rangka mengajak manusia mengambil manfaat hidup terbaik. Tubuh membuktikan bumi itu bulat, sedangkan wahyu Al Quran memberikan pelajaran bagaimana untuk hidup terbaik di atas bumi.
- - -

Hal-hal di atas menjelaskan bahwa tujuan tertinggi dari pengetahuan akal adalah manfaat, bukan tentang titik acuan, bukan pula tentang keadaan obyektif karena keadaan obyektif adalah domain dari pengetahuan tubuh.
- - -

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk(Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahman: 7 - 13)”
- - -

ini hanyalah interpretasi personal yang masih perlu penyelidikan lagi.
- - -

tambahan: 

System keseimbangan alam tidak berubah, sebagaimana Nol selamanya akan jadi Nol dan tidak akan pernah berubah jadi Satu. Tetapi karena Nol itu sudah terurai, di situlah muncul relativitas. Namun relativitas itu selalu dalam kaidah/ hukum Nol. 

Tetapi yg jelas kita tahu bahwa bumi ini bergerak, matahari bergerak, galaksi bergerak. dan dalam pergerakan yg terus menerus itu berbagai teknologi yg tak bisa diingkari telah terciptakan.

Yg ingin saya katakan adalah bahwa obyek penggalian pengetahuan manusia seharusnya pada gerakan, bukan pada massa semata-mata, tapi massa+energinya, sebagaimana dalam percobaan-percobaan dunia science. tidak perlu khawatir terjadi keabsurdan, karena gerakan yg jd obyek penggalian itu ada dalam sistem keseimbangan.

Dan, di puncak pengetahuan gerakan itu adalah tentang gerakan diri.
Bukan tentang harta semata, tapi juga menyangkut energinya (misal: penggunaannya).
Bukan tentang berpikir saja, tapi juga menyangkut perilaku.
Intinya tentang kemanfaatan terbaik.
Dan ketika menyangkut kemanfaatan tertinggi, maka Al Quran bebas saja menggunakan sudut pandang ketika menyinggung soal alam. Misal tentang matahari yang terbit dan terbenam, tentang bumi yang dihamparkan. Asalkan itu bisa mengantar kepada ilmu hikmah perubahan diri, maka itu benar.

Wallohu a’lam