Seorang yang mengaku mukmin tak seharusnya bersedih pada
saat kesusahan menimpa, karena kasih sayang Allah Ta’ala kepada seorang mukmin itu
sangat besar, pasti lebih besar kasih sayang Allah Ta’ala daripada kesusahannya.
Namun seperti apakah kasih sayangNYA kepada
seorang mukmin itu?
Keadaan subyektif (kesadaran hati) :
1.
Kemampuan memahami berbagai nikmat yang telah
dan sedang didapat, yang lahir dan yang batin, yang tampak dan tidak tampak,
yang halus dan yang besar. Juga kemampuan memahami berbagai keindahan dan
keagunganNYA yang terbentang di alam raya ini.
2.
Kemampuan menimbang secara adil antara
kesenangan dan kesengsaraan yang telah diterima, yang tentu saja didapati lebih
banyak kesenangan dibanding kesengsaraan.
3.
Kemampuan memahami bahwa kesenangan dan
kesengsaraan adalah dari Allah yang maha Pengasih dan Penyayang, sehingga
apapun yang dikehendaki terjadi itu pasti baik. Kesenangan sebagai anugerah
yang disyukuri dengan cara yang baik, sedangkan kesengsaraan sebagai batu ujian
kalau tidak teguran untuk menjadi lebih baik.
4.
Kedamaian dalam menjalani hidup, karena yakin Allah
yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang Maha
Kuasa, dan yang pasti menepati JanjiNYA akan selalu menolong hambaNYA yang
beriman di dunia dan terlebih lagi di akhirat.
Keadaan obyektif :
1.
Allah Ta’ala menjamin rizki tiap-tiap makhluk,
dengan cara menyediakan keperluannya di alam, serta memberikan alat yang berupa
tubuh dan akal untuk mengambil keperluannya itu. DIA juga menurunkan naluri
belas kasih pada diri manusia yang sangat berpotensi membuat seseorang tergerak
untuk menolong orang yang lemah dalam memenuhi keperluan hidupnya. Hidup
sendiri adalah rahmat, di mana sebutir biji bisa menjadi tanaman yang
menghasilkan buah-buahan, oksigen, sayuran, dan berbagai manfaat. Manusiapun
awalnya adalah satu sperma yang dengan rahmatNYA terus berkembang tubuhnya dan berkesadaran.
Dengan dasar rahmatNYA terhadap kehidupan, maka dalam perjalanannya manusia
menerima nikmat dalam hidup yang jauh lebih besar dari sengsaranya.
2.
Allah Ta’ala menolong orang yang beriman dengan
pertolongan yang sudah pasti mengandung kebaikan, baik diminta atau tidak. Dan dengan
adanya doa, orang beriman tidak merasa terlepas dari perhatian dan pertolonganNYA,
kapan dan dimanapun dia berada.
3.
Allah Ta’ala mengampuni dosa-dosa orang beriman,
dan menyediakan kenikmatan hidup di akhirat yang luar biasa dan tak
terbayangkan atas setiap bentuk kebaikan yang telah dijalankan di dunia yang
bersumber dari ketaatan kepadaNYA, bukan atas keinginannya sendiri. Surga
adalah investasi yang paling besar dan mulia dalam sejarah rizki manusia, yang
akan dinikmati di penghujung perjalanan sejatinya.
Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada
Allah dan berimanlah kepada Rasul-NYA, niscaya Allah memberikan rahmat-NYA
kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu
dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Hadiid:28)
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-NYA untuk hamba-hamba-NYA dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat". Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui. (Al A'raf:32)
Uraian di atas mengandung kesesuaian antara persepsi dengan
realitas, sehingga seorang mukmin tidak berada dalam bayangan semu yang menipu
daya. Kesesuaian persepsi dan realitas akan menghasilkan kebahagiaan sejati.
Kasih sayang Allah Ta’ala dapat dirasakan apabila manusia
fokus pada hubungan antara pribadinya dengan Allah Ta’ala semata, tidak dengan
membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Pemahaman yang demikian akan
dapat diserap apabila menggunakan hati, karena hatilah yang dapat mengenali alur
sebab akibat yang panjang, mulai dari segala sesuatu yang dicerna indera hingga
kepada kehendak Allah Ta’ala. Sehingga apa-apa yang tampak di sekeliling tidak
mengaburkan pandangannya. Segala perbedaan fisik menjadi tidak berarti karena
jangkauan pandangan yang membentang luas hingga kepadaNYA yang Maha Tinggi.
Allah Maha Kuasa, Allah Maha Berkehendak, Allah Maha Pengasih
dan Penyayang, dan Allah Ta’ala menyukai kebaikan bagi hambaNYA. Tak ada
sesuatupun yang bisa terjadi berlawanan dengan kehendakNYA. Karena itu tak ada
yang lebih baik bagi manusia selain berpasrah meletakkan kehendak diri dan mengganti
dengan mengikuti kehendak Allah Ta’ala, sehingga DIA lah yang akan mengatur
hidupnya dengan penuh kebaikan. Di sisi lain, dengan kepasrahan yang murni kepada
Allah Ta’ala, maka timbullah keadaan bebas dari ketergantungan kepada makhluk,
bebas dari belenggu-belenggu dunia yang memperdaya
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi
yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang
ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
(Al A'raf:157)
Wallahu a’lam
No comments:
Post a Comment