Selamat datang.. Hingar bingar di sekeliling mari diambil hikmahnya, karena keadaan masyarakat akan berubah bila diri kita berubah. Salam hangat!

Saturday, February 14, 2009

Bisakah berUbAh

Kalau melihat realitas di lingkungan, seakan-akan kita disuguhkan model manusia biasa dan manusia luar biasa (atau super, istilah Mario Teguh :) ). Bisakah seseorang yang tumbuh jadi manusia biasa kemudian berubah jadi manusia luar biasa, khususnya di usia kita (25 ke atas)?

Ini menyentuh ranah psikologis perkembangan manusia. Baiknya kita tengok dikit ilmunya.. Ini bukan soal "kedewasaan mental", karena sepertinya gak ada keterkaitan yang signifikan. Orang yang sudah dewasa secara mental, tetep aja bisa jadi orang biasa.

Tapi.. kalau membahas soal perubahan mental, faktor usia sangat berpengaruh..
Menurut Harvey A. Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980), terdapat suatu fase psikologi Dewasa yang akan dialami setiap manusia, sebagai berikut:

Masa Dewasa Awal (Early Adulthood) : 21 - 40 tahun

Adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif, yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.

Masa Dewasa madya ( Middle Adulthood) : 40 - 60 tahun

a) Merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan manusia.

b) Merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru.

c) Masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).

Masa Usia Lanjut ( Later Adulthood) : 60 tahun <

Masa ini ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.

Melihat uraian di atas, kita berada di fase kedewasaan awal sehingga mestinya perubahan masih sangat mungkin kita lakukan, seiring dengan banyaknya potensi "konflik" yang kita hadapi di fase ini. Berbeda ketika kita sudah lepas dari usia 40 tahun, kemungkinan untuk berubah sangat kecil, karena pada periode itu adalah saat kita mulai fokus pada suatu prestasi, atau kita akan terjebak dalam stagnasi.. Di lain pihak, faktor keluarga yang terbentuk pada usia 40 tahun ke atas akan seperti kapal besar, menyebabkan perubahan arah tidak bisa sedrastis yang diinginkan.

Sekarang, mari kita tengok 1 dari 10 masalah psikologis manusia (yang beredar luas di internet) yaitu tentang “racun” dan “antibodi” :

Racun keempat : Stagnasi

Gejalanya berhenti satu fase, membuat diri kita merasa jenuh, bosan, dan tidak bahagia.

Antibodinya : Ambisi

Cara : Teruslah bertumbuh, artinya kita terus berambisi di masa depan kita. kita akan menemukan kebahagiaan dalam gairah saat meraih ambisi kita tersebut.

Berbicara tentang stagnasi, rasanya tidak perlu menunggu kita berusia 40 tahun, karena bisa jadi di usia kita ini penyakit stagnasi sudah mulai menghampiri kita.

Yup! saya setuju bahwa perubahan adalah melawan stagnasi, dan ternyata menurut mereka jawabannya adalah ambisi ! Tapi, menumbuhkan ambisi gak gampang juga. Ambisi tidak akan tumbuh tanpa ”wawasan” dan tanpa ”instrumen”. Dengan kata lain, ambisi tidak akan muncul kalau tidak ada iming-iming dari luar diri kita. Jelas susah untuk memunculkan ambisi bisa tumbuh tanpa kondisi yang spesial. Misal, kondisi lingkungan sosial yang tanpa ambisi, jelas sulit akan memunculkan pribadi yang berambisi pula. Kondisi sosial yang datar tanpa ada terpaan ekstrim juga tidak akan kuat menghasilkan perubahan mental yang ekstrim. Gambaran untuk kasus ini adalah - sebagaimana diyakini banyak orang – seperti hukum fisika pada permainan bola karet. Semakin keras bola karet membentur lantai, maka semakin tinggi pula ia terbang...

Ambisi juga tak akan muncul tanpa tahu cara mencapainya. Ibarat ingin menyeberangi lautan tanpa ada perahu atau tanpa ada sebatang kayu, maka keinginan itupun akan segera sirna ketika mencoba berenang tapi ketika masih berada di tepi pantai merasakan kepayahan. Sekarang, gimana kalau ambisi yang kita miliki biasa-biasa aja, akankah kita dapat berubah menjadi orang yang luar biasa? Menurutku, kalau kita ingin berubah, caranya tidak sulit, "jerumuskanlah" diri kita sendiri pada keadaan yang membuat ambisi kita berkobar kuat..

Oleh Purdi Chandra, sepertinya hal tersebut telah diajarkan di setiap seminar dan di kelas Entrepeneur University-nya dengan tantangan-tantangan untuk keluar dari pekerjaan, berhentilah jadi employee! Ajukan pinjaman dana usaha dalam jumlah besar ke Bank! hehehe Tapi… benarkah menjadi orang yang luar biasa harus menjadi Orang yang terkenal atau Pengusaha Kaya Raya?? Saya jadi teringat, beberapa waktu lalu di radio saya mendengar ceramah seorang Motivator terkenal bercerita tentang seorang pegawai hotel yang tugasnya memeriksa kelayakan engsel pintu. Kala itu sang Motivator itu mencontohkan bahwa si pegawai hotel adalah sosok seseorang yang luar biasa, karena sang pegawai hotel melakukan pekerjaan yang sederhana dengan penuh ketekunan dan disertai pemahaman makna yang mendalam akan arti penting tugasnya itu....

Wow, Ruarrr Biasa!! (.....??)

No comments: