Kerangka logika sebesar dan sehebat apapun,
apabila salah satu element kecil dasarnya ada yang gugur, maka otomatis
keseluruhan bangunan logika di atasnya akan runtuh. Tetapi kadang kita malu mengakui, enggan untuk jujur, atau pura-pura tidak tahu apabila di salah satu dasar logika ternyata mengandung kecacatan.
Manusia memang sulit untuk bebas dari keinginan
dan kepentingan. Seseorang yang dirinya cerdas dan sudah merasa
berpikir logis, belum tentu jalur pikirannya benar-benar logis, karena
bisa jadi ada faktor kepentingan yang mempengaruhi jalan pikirannya.
Untuk itulah diperlukan alat bantu berupa angka-angka (perhitungan) atau
obyek nyata untuk membuktikan kelogisan berpikirnya.
Bagaimana apabila kesulitan dalam melakukan perhitungan atau percobaan-percobaan?
Maka perlu dilakukan pengikisan keinginan,
yaitu dengan LAKU. Misalnya dengan menekan hasrat makan di luar
kebutuhan, hasrat seksual di luar keperluan, hasrat malas, hasrat
terkenal, hasrat gengsi, hasrat kekayaan, hasrat sombong, hasrat
kepuasan, dll. Dengan laku, akan lebih teranglah alam pikiran, lebih
jujur, lebih adil, meskipun mungkin belum mencapai puncaknya.
Keterkaitan antara kondisi keinginan dengan
alam pemikiran ini sangat erat, bisa dibuktikan bahwa kadang kala pola
pikir personal mengalami perubahan tergantung suasana hati, tergantung
keadaan yang melingkupi. Berpikir saat sehat, senang dan kenyang kadang
berbeda dengan saat sakit dan sengsara.
Teknologi
yang diakui dunia dan mampu membawa manfaat bagi manusia tidak terlepas
dari serangkaian perhitungan dan uji coba yang serius. Sedangkan
pengetahuan spiritual besar dunia tidak terlepas dari laku hidup yang
cenderung bebas ego dari tokohnya. Para tokoh besar dunia adalah
orang-orang yang telah nyata perjuangannya lahir dan batin.
Jadi,
bagi kita yang konon memperjuangkan kebenaran, atau yang mencari
pencerahan, atau yang belajar menemukan kebenaran, atau yang bahkan
menyanggah perkataan tokoh besar yang dihormati, sangat penting bagi
kita untuk berkaca, seperti apakah pribadi kita, seberapa besarkah ego
kita. Karena suatu kemustahilan untuk menemukan kerangka pikir baru yang
lebih benar apabila dirinya sendiri terbukti masih sering
memperturutkan keinginannya.
Wallohu a’lam
No comments:
Post a Comment