Tetapi ketika Kitab Suci mengatakan sesuatu tentang “nanti”, ia bertanya : “bagaimana mungkin?”.
Sebagian manusia mengira bahwa keberadaan kehidupan saat ini adalah
produk terhebat dan terakhir dari keberadaan. Sehingga berkesimpulan tak
akan ada lagi kehidupan setelah ini. Tetapi mungkin ia terlupa bahwa
sebenarnya tak ada batas tentang kemampuan keberadaan. Karena yang “ada”
pastilah berdiri bebas sebebas bebasnya di atas ketiadaan.Terlebih ketika pikiran secara alamiah mampu bercita-cita tentang hal yang ideal, maka alangkah naifnya apabila keberadaan yang telah memproduksi pikiran itu tak dapat memenuhi apa yang terlahir dari pikiran manusia.
Berbicara tentang keberadaan saat ini, apa yang paling tinggi bagi manusia adalah moral hidup. Moral dalam kesadaran. Moral yang mengakui bahwa manusia adalah produk, sehingga ia selayaknya berterimakasih dan tidak menyombongkan diri.
Bermoral kepada Kedahsyatan tak terbatas, dengan cara mengakui adanya kemampuan tak terbatas yang berada di luar manusia.
Bermoral kepada Keabadian, dengan cara mengakui adanya keabadian yang berada di luar rentang waktu manusia.
Bermoral kepada Kebebasan tak terbatas, dengan cara mengakui adanya kehendak yang bebas atas manusia.
–
Dalam menyaksikan kenyataan hidup manusia, pikiran
secara alamiah mengiyakan keadilan dan kedamaian. Maka keadilan dan
kedamaian itu pastilah terwujudkan oleh Kedahsyatan tak terbatas.
Kedahsyatan yang telah membuat produk yang berwujud pikiran manusia.
Bagaimanakah keadilan dan kedamaian sejati itu
terwujud? Manusia tak perlu mengenyitkan dahi, sebagaimana ia tak
mengerti tentang asal muasal sejati dari segalanya.
No comments:
Post a Comment